Skip to main content

error,"Malaikat tak bersayap?"

Malaikat tabersayap? Ya, malaikat tabersayap! Mana? Ada! Ada malaikat tak bersayap di sekeliling kita. Namanya aja malaikat tak bersayap, ya kadang tidak terlihat dia termasuk malaikat atau bukan. Ada yang sepertinya malaikat, tapi ternyata 'setan berbaju malaikat'. Ufh, serem..! Berpura-pura baik, padahal sebenarnya ada maksud jahat di balik kebaikkannya. 


Aku sudah menemukan malaikat tak bersayap. Seorang yang indah dalam perjalanan hidupku. Seorang yang ambil lperan penting dalam menjalani peranku sebagai seorang anak juga sebagai seorang ibu. Seorang yang tidak berpura-pura, yang membuat airmata mengalir karena kebaikkannya, yang menimbulkan rasa malu di hati karena kebaikkannya.


Malaikat tak bersayap dalam perjalanan hidupku adalah seorang lelaki tua seusia bapakku. Dengan kaasih seorang bapak, beliau mengasihi dan mau memahami masalah yang menyelimutiku selama ini. Aku bisa menangis di hadapannya, dan sungkem padanya, menangis dalam jabatan tangannya. Semua karena kasih dan pengertiannya yang besar terhadap keluargaku. Orang lain di posisi yang sama pasti tidak bisa memahami permasalahan yang ada dalam hidupku, pasti tidak akan pernah mau mengerti tindakan yang kuambil selama ini. Siapa sih si malaikat tak bersayap ini? Tak lain tak bukan beliau adalah Presiden Direktur tempatku bekerja. Beliau adalah malaikat tak bersayap dalam hidup yang aku temui dalam hidup.


Aku seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta yang jelas punya peraturan perusahaan yang mengatur hak dan kewajiban untuk karyawan dan perusahaan, dan semua berimbang tentang itu. Masalah absensi, penggajian, ada di tertera di peraturan perusahaan, dan aku mengerti dengan jelas peraturan perusahaan di mana kubekerja, karena itu adalah salah satu bagian pekerjaanku, masalah peraturan perusahaan. Yang tidak mentaati peraturan perusahaan adalah bagianku. Hire and Fire menjadi bagian tugasku, Surat Peringatan juga salah satu bagian dari job description yang ada.


Aku mengerti dengan pasti sanksi yang didapat oleh karyawan jika tidak mematuhi peraturan perusahaan tersebut. Memang selama ini aku juga bukan seorang tangan besi dalam masalah ini,. Biasanya jika ada karyawan yang 'nakal' mengenai peraturan, aku memanggil dan dari hati ke hati bicara mengenai hal itu. Mereka juga bisa menghubungiku untuk bercurcol padaku, lalu bersama-sama mencari solusi terbaik untuk masalah yang dihadapinya. Hingga di satu saat aku menghilang dari ruangan kerjaku.


Dalam jangka waktu yang panjang aku tak muncul di kantor. Aku mengurus Mama yang sakit, mengurus Bapak yang sakit, dan juga anakku yang sakit. Dan semua butuh perhatianku. Mulailah aku jarang-jarang muncul di ruangan. Meja kursi kantor jarang bertemu denganku. Bukan untuk waktu sehari atau dua hari. Tapi berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Dan selama itu Presiden Direktur selalu mendengarkan ceritaku, dan mendengar tangis yang kupendam selama ini. Di hadapan beliau aku bisa menangis terisak. Tangisan adalah hal yang selalu aku tahan selama ini. Beliau mengerti dan memahami semua permasalahanku. Aku tahu beliau orang yang baik. Ada beberapa masalahku yang kudiskusikan dengan beliau, dan aku minta advice beliau. Dengan kebapakkan diberinya aku solusi yang baik. kadang aku lupa bahwa beliau adalah Presiden Direktur perusahaan dimana aku bekerja. Beliau memang baik.


Dan lagi-lagi kemunculanku di kantor menghilang. Rasa malu ada di hati, tapi aku memang harus mengurus bapakku yang kanker, dan anakku yang auto imun. Aku mulai dihinggapi kuatir, malu. Malu karena lagi-lagi melanggar peraturan perusahaan, kuatir akan sanksi yang ada. Cemas melandaku. Sejak 2011 absensiku mulai banyak bolong. Tahun 2011 mama sakit stroke, dan itu terus berkelanjutan dengan sakitnya bapak, dan terus berlanjut dengan sakitnya anakku. Di perusahaan lalin sudah pasti aku didepak dengan manis sejak awal.


Dengan degup jantung berdebar kemarin aku masuk ruangan Presiden Direktur, dan beliau tersenyum. Aku bercerita lagi tentang kondisi bapakku dan anakku. Aku sudah pasrah. Aku ikhlas jika pada akhirnya perusahaan menyuruhku mundur. Tapi ternyata beliau tetap tersenyum, dan memahami hal ini. Aku masih tetap sebagai karyawan di perusahaan tersebut! Beliau tetap tersenyum...


Aku tidak pernah salah, Presiden Direktur tempatku bekerja memang MALAIkAT TAk BERSAYAP... Makasih Pak, makasih... MAkASIH GUSTI, malaikat tak bersayap ini benar-benar baik...


Sehat dan bahagia selalu ya pak... Bapak benar-benar baik, benar-benar malaikat tak bersayap...







Salam Senyum,

-error-




  

Comments

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena SIM yang lama itu SI