Skip to main content

error,"Maaf Mas, aku mencintaimu..."#episode 7



Setelah selesai Bapak terapi sinar di rumah sakit, aku dan Bapak pulang. Mampir sebentar di tempat penjual alat kesehatan. Aku berlari menyeberang jalan yang ramai karena tempat itu ada di seberang jalan. Taxi menunggu dengan bapak ada di dalamnya. Berlari aku sekencang yang aku mampu. Aku tak mau bapak menunggu terlalu lama. Terus berlari hingga tiba di depan toko dan dengan tergesa aku membeli alat yang dibutuhkan, dan setelah itu aku berlari lagi menuju taxi. Ah, kasihan Bapak terlalu lama menunggu...


Selama perjalanan aku menyibukkan diri mendengarkan lagu dari ponsel. Lelah, aku lelah, kataku dalam hati. Aku butuh istirahat sejenak...


                                                                    ***


Tiba juga kami di depan rumah. Pink, putri cantikku menyambut. Ah cintaku, sungguh aku mengkhawatirkanmu, tentang kondisimu.


Baru saja masuk rumah, banyak cerita untukku. Aku mendengarkan dengan senyum yang tak lepas. Indahnya menjadi seorang sahabat untuk putri cantik dan pangeran-pangeran gagah yang lahir dari keberadaanku.


"Ma, mau beli sepatu sendalnya kapan?", tanya Pink padaku


"Hmm.. nanti"


"Mau beli celana panjang Esa kapan?", tanya Esa juga padaku


"Hmm.. nanti juga"


"Hei, mama cape. Jangan ganggu mama dulu. Ga liat mama cape gitu?", Ngka mengingatkan Esa dan Pink, sambil dirapikannya tempat tidur untukku


Ah cinta, kalian bertiga adalah anugerah hidup yang tak ada bandingannya...


Aku berusaha memejamkan mata, tapi tak bisa. Pikiranku melayang pada hari esok. Besok bapak mulai rawat inap karena akan dioperasi keesokan harinya. Dan aku harus meninggalkan Ngka, Esa juga Pink. Sedangkan Pink sedang dalam keadaan sakit. Rasanya tak tega, tapi ini yang harus dijalani, dan keputusan untuk menjaga bapak di rumah sakit sudah kuputuskan. Hanya aku yang bisa menjaga bapak, dan bapakpun hanya bisa percaya padaku. Mungkin ini saatnya memberikan tanggung jawab pada 3 cinta untuk bisa saling menjaga, saling menyayang, saling mencintai, saling membantu, tanpa ada aku.


Ponsel bernyanyi. Ah, Mas menelfonku


"Ya, Mas"


"Sudah sampai rumah?"


"Sudah dari tadi, Mas. Sibuk?"


"Lumayan. Istirahat ya"


"Ya, Mas. Aku sedang makan mi goreng made by Ngka"


"Wah, gue mau. Satu ya buat gue"


Aku tertawa geli. Mas sedang di kantor tempatnya bekerja, jadi mana mungkin bisa makan mi di rumahku.


"Udah dulu ya. Gue dipanggil. Nanti ditelfon lagi"


"Ya, Mas", lalu telfon ditutup. Dalam hati aku menambahkan, luv u...


Mata kupejamkan, aku berusaha untuk bisa tidur. Tapi tetap tak bisa.


"Ma, sekarang aja yuk perginya beli sepatu sendal sekalian beli celana panjang Esa", ajak Pink sambil menggamit Esa


Aku membuka mata, dan mengangguk. Perlahan turun dari tempat tidur, mengganti baju lalu berangkat. Perjalanan tak memakan waktu yang lama karena tempat yang dituju hanya di sekitar perumahan tempat tinggal kami saja.


Ponsel bernyanyi. Ah Mas...


"Ya, Mas"


"Di mana?"


"Pergi, Mas. Mau beli sepatu sendal dan celana panjang untuk Esa", jelasku


"Hati-hati ya..."


"Ya, Mas", jawabku. Dan pembicaraanpun berhenti.


                                                              ***

Memasuki area perbelanjaan sambil bercanda dengan Esa dan Pink. Indahnya hidup ini saat bisa bersama-sama mengisi waktu dengan orang-orang terkasih.


"Ma, langsung ke tempat celana ya", ujar Esa


"Ya, ya, ya"


Mencari dan mencari, tapi ternyata tak satupun celana yang disukai Esa. Sedikit kesal kulihat tergambar di wajahnya.


"Celana pensil hitam. Hitam banget. Itu yang Esa mau", kata Esa sewaktu aku menyodorkannya celana model lain.


"Mama, sepatu sendal", tiba-tiba suara Pink memecah konsentrasiku yang sedang sibuk mencari celana sesuai dengan keinginan Esa.


"Ya udah Ma, ga usah. Nyari di distro aja", ujar Esa


"Tapi mama cape. Jangan sekarang. Mama cape", kataku. Terbayang jalan menuju distro yang berarti aku harus memutar arah lagi.


"Ya, ga usah sekarang, ga apa-apa", Esa menyahut


Aku tersenyum mendengar itu. Esa juga tersenyum.


Terdengar lagu A Thousand Years-nya Christina Perri. Mengingatkanku padamu... Dan ponsel berbunyi. Ah kamu Mas...


"Masih di sana?"


"Ya, Mas"


"Nyari apa sih?"


"Celana, Mas. Untuk Esa, tapi ternyata Esa kurang suka"


"Nyarinya jangan di sana"


"Ya, biar cari di distro aja. Tapi aku cape. Biar aja besok sama Ngka, Mas"


"Ya, gue kerja lagi ya. Hati-hati ya. Gue ga bisa dateng, banyak kerjaan"


"Ya, Mas. Ya"


Mas selalu sibuk dengan kerjanya. Seringkali aku kasihan pada Mas yang menurutku terlalu forsir diri untuk kerja. Ah Mas, tapi aku tak bisa apa-apa. Aku tak berhak atas kamu. Aku tak halal bagimu.


Aku memeluk 2 nyawa kecil tercinta dan berjalan menuju bagian sepatu dan sendal. Di sana Pink sibuk memilih, dan tak satupun jadi pemenang dibawa pulang...


"Ga suka semua...", kata Pink


Akhirnya pulang tanpa membawa hasil di tangan


                                                                   ***


Di rumah seperti biasa aku, Ngka, Esa juga Pink berkumpul dan bercanda bersama. kami dengan vesibukan masing-masing tapi tetap tertawa saling menimpali sewaktu ada salah seorang dari kami bicara. Ah, indahnya kehidupan ini diisi bersama 3 nyawa kecil tercinta.


"Mama, Pink mau sepatu sendal. Cari lagi yuk...", suara manja Pink kepadaku


"Cape ga sayangnya mama?", tanyaku


"Ga apa-apa. Pink kuat kok", jawab cintaku


Aku mellihat mimik wajah Pink yang amat lugu dan jelas memohon. GUSTI, bukan aku tak percaya pada penjagaanMU, tapi masih wajarkan aku jika kadang merasa khawatir akan kesehatan Pink? Pink menderita penyakit auto imun, dan sampai saat ini masih terus menerus terkena serangan dari auto imunnya. Aku tersenyum dan menguatkan hati untuk mengiyakan permintaan cantikku satu-satunya.


"Oke. Yuk berangkat. Jaketmu jangan lupa ya cinta"


Senyum indah itu memancar dari bibir Pink. Ah GUSTI, beri sehatMU untuk pelangi hatiku,amin.


Berangkat menuju pertokan yang tak jauh dari rumah berdua Pink. kami bernyanyi-nyanyi, cerita banyak, dan tertawa-tawa. Sesampai di pertokoan, satu persatu toko sepatu kami sambangi. Pink melihat-lihat dan sibuk memilih sepatu sendal. keluar masuk toko, hingga akhirnya terdengar suara lemah Pink,"Mama, Pink mau pingsan". Aku sigap memeluk Pink, dan segera keluar dari toko dan pulang.


Ponsel bernyanyi. Ah, Mas menelfonku


"Dimana?



"Mau pulang, Mas", jawabku


"Pulang? Belum pulang dari tadi?"


"Tadi udah pulang, Mas. Pergi lagi sama Pink. Ini mau pulang, Pink hampir pingsan", jellasku


"Pulang, pulang. Nanti lagi aja gampang kalau mau pergi beli sepatu sendal. Haduh!"


"Ya, Mas. Ini juga mau pulang", jawabku


"Ya, sampai rumah kabari gue", ada nada khawatir di suara Mas. Ah, Mas, selalu saja aku ingin berteriak memanggil namamu dan berlari menjatuhkan diri dalam pelukmu, apalagi di saat aku sedang menghadapi Pink yang sakit. Hanya pada Mas aku bisa bercerita pnjang lebar, dan Mas dengan seksama memperhatikan, dan perduli pada setiap masalah yang datang dallam hidupku dan anak-anakku. Selama ini aku sendirian bergelut dalam atasi masalah yang datang, tanpa seoranpun di sisi. Mas amat perduli, dan kami merasakan kasih sayang yang tulus dari Mas. Hanya saja.., ah.. Mas, ternginang lagi kalimatmu,"Aku mencintaimu, amat mencintaimu, tapi aku tak bisa menikahimu". Airmata berkumpul di mataku... GUSTI...


Sesampai di rumah Pink langsung masuk kamar, dan merebahkan tubuhnya. Tapi senyumnya tetap ada di bibirnya. Nyawa kecilku yang hebat! Aku tersenyum pada Pink, dan mngelus rambutnya hingga Pink tertidur. Ada lebih dari jutaan tetes airmata jika aku hanya berpikir tentang kesedihan. Dan yang terdalam adalah saat Pink mulai sakit dan jelas mendapat keistimewaan imun yang membuatnya sakit, auto imun. Imun yang dimiliki Pink bukan menyerang penyakit yang datang masuk ke tubuhnya, tapi malah menyerang dirinya sendiri. Selama 9 bulan Pink diserang penyakit yang bergantian dan berbeda. Semua karena auto imun. GUSTI, bantu Pink,amin...


Aku bangun dari kasur, dan mulai mengetik di lepi. Tempatku mengisi waktu dan tempatku berekreasi adalah lepi dengan internetnya. Di situ aku mulai menuliskan apapun yang ada di otak dan hati. Semua tertumpah di sana sambil menjaga Pink.


Dan ponsel bernyanyi. Ah Mas...


"Gimana Pink?"


"Tidur, Mas"


"Ya udah, bagus. Gue di depan rumah"


Aku berlari ke depan. Mas ada di sana. kupeluk Mas, dan mulailah airmataku membasahi bajunya. Mas mengelus rambutku dan memelukku. Diusapnya mataku yang dipenuhi airmata. Tak ada satu katapun terucap dari mulutku. Hanya hati yang bicara,"Maaf Mas, aku mencintaimu.., dan 
betapa kumembutuhkanmu.


                                                             ************************ 





























Comments

  1. Satu pertanyaan saya, kenapa harus meminta maaf karena mencintai seseorg?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Si 'Aku' di seria ini mencintai si 'Mas' yang beristri. Landasan mereka saling mencintai, hubungan mereka persahabatan. Dan si 'Aku' ga pernah bisa berhenti mencintai si 'Mas' walau tahu bahwa hubungan cinta mereka terbatas sebagai sahabat yang mencintai :D

      Delete
    2. Howgh.... Konfliknya bisa banyak tuh dan bisa dikembangkan kemana2

      *menunggu cerita selanjutnya*

      Delete
    3. Yup, banyak hal bisa terjadi di situasi kondisi hati yang dijalani si 'Aku'.

      Makasih dah mau menunggu kelanjutannya... Episode 8 da muncul
      #Sabar menanti... :D *label di warteg, hehe

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena SIM yang lama itu SI