Skip to main content

error,"Maaf Mas, Aku Mencintaimu..."#Episode 11




WHEN I SEE YOU SMILE_Bad English
Sometimes I wonder
How I'd ever make it through,Through this world without having you

I just wouldn't have a clue
'Cause sometimes it seems
Like this world's closing in on me,And there's no way of breaking free
And then I see you reach for me
Sometimes I want to give up
I want to give in, I want to quit the fightAnd then I see you, baby
And everything's alright, everything's alright
[Chorus]
When I see you smile
I can face the world,
Oh oh, you know I can do anything
When I see you smile
I see a ray of light,
Oh oh, I see it shining right through the rain
When I see you smile
Oh yeah, baby when I see you smile at me

Baby there's nothing
In this world that could ever do
What a touch of your hand can do
It's like nothing that I ever knew

And when the rain is falling
I don't feel it, 'cause you're here with me now
And one look at you baby
Is all I'll ever need, you're all I'll ever need

[Chorus]
Sometimes I want to give up
I want to give in, I want to quit the fight
And then I see you baby
And everything's alright, everything's alright

So right


                                                         ***

Aku berlari saat kulihat Mas ada di depan rumah. Maas tertawa melihatku berlari, lalu masuklah aku dalam pelukannya yang menenangkanku. Ya GUSTI, apakah rasa ini salah? Amat sulit bagiku menyikapi seluruh rasa ini. Aku membutuhkan Mas ada di sini, karena aku mencintainya. Menghindar dari rasa yang ada hanya membuatku menangis. Tanpa Mas, rasanya ada sesuatu yang malah menyesakkanku. Dengan adanya Mas, ada kelegaan dalam ruang rinduku.


"Mas, cape?"


"Ga. Nanti cuma sebentar ya. Gue mau pergi ke luar kota"


"Yaah..!", jawabku mengeluh


"Hayo, ga boleh cemberut gitu ah", Mas mencolekku, dan akupun tertawa.


Ufh, mana bisa aku hanya sebentar bersama Mas. Waktu untuk bertemu dan bersama Mas selalu saja terasa kurang bagiku, sedangkan waktu tanpa Mas selalu saja terlalu lama untukku. Bagaimana mungkin hanya sebentar mengisi waktu bersama Mas? Duh, rindu ini masih saja berlompatan.


"Boleh minta kopi?"


"Hmm, boleh. Tapi jangan kopi hitam ya.."


Mas mengangguk dan tersenyum. Tapi ditariknya tanganku untuk tetap duduk di sisi Mas. Aku tertawa. Ah Mas selalu saja mengisi ruang hatiku dengan keriangan.


"Nanti aja. Gue masih pengen ngobrol. Gue kan cuma sebentar. katanya kangen. Mana yang kangen?"


Aku tertawa. Lalu aku mencium tangan Mas dengan hormat dan sayang. Mas, aku menghormati Mas layaknya seorang istri pada suami, walau aku bukan istrimu. Dalam hati aku mengeluh perlahan.


"Aku rindu. Haha, padahal semalam aku marah padamu, Mas", jawabku


"Ini, sekarang gue ada di sini. Marah aja. Marahin aja. Ayo marah"


"Aku tidak bisa marah padamu, Mas. Semua hilang saat aku melihat Mas datang. Aku sayang Mas. Semalam aku marah karena aku rindu, dan tak ada kabar dari Mas. Aku bingung. Sedih, Mas. Sebenarnya aku sedih, bukan marah. Tapi aku lebih nyaman memberi nama perasaanku dengan nama marah dibanding sedih. Aku tak suka bersedih. Sedih itu cengeng. Lebih nyaman dengan nama marah. Haha"


"Ga, gue tau lo marah. Lo tahan marah lo, lo simpen marah lo di sini", kata Mas sambil meletakkan tangannya di dadanya sendiri.


Aku terdiam. Ya, aku memang marah. Tapi juga sedih. Ah, entahlah. Tapi semua lenyap saat kumelihat Mas dan senyumnya. Ufh, rasa ini amat mendalam...


"Maafin gue ya... Marah aja sekarang, ayo. Ga apa-apa. Marah aja"


"Aku sayang Mas. Tidak mau marah. Semalam karena aku bingung tak ada kabar dari Mas", ujarku


Mas meraih tanganku, dan berkata, "Maaf, gue salah", sambil terus memandangku. Jengah dipandang terus menerus, aku tertawa pelan dan mengalihkan pandang ke depan.


"katanya mau bikinin kopi? Cape ga?"


"O iyaaa.., sebentar. Aku lupa. Hehe", aku bangkit dari duduk, lalu masuk ke dalam rumah menuju dapur. Memasak sedikit air untuk membuat kopi, lalu kembali ke depan menemui Mas.


"Sini", ujar Mas padaku


"Mas, nanti jadi ke luar kotanya?"


"Ya jadi. Memang kenapa?"


"Yaaah...", ujarku.


Mas meraih kepalaku, dan kurebahkan kepalaku di lengannya. Ada rasa damai di hati saat bersama Mas. Aku bahagia bersama Mas. 



kopi! Ah, aku lupa! Terburu-buru aku berlari ke dapur. Air yang kumasak sudah matang. Yup, siaplah sudah kopi untuk Mas.


                                                                               ******


"Ma, mau keluar sebentar", Ngka pamit padaku, juga mencium punggung tangan Mas dengan penuh hormat.



"Mau kemana? Mini market. kan nanti teman Ngka mau nginap di rumah. Tuh teman Ngka di situ", jawab Ngka sambil menunjuk ke arah luar.



"Ya, hati-hati", jawabku



Ngka berjalan ke luar. Ngka anak sulungku yang sulit untuk bisa akrab dengan orang lain. Tapi terhadap Mas, Ngka merasa akrab, dan amat menyayangi Mas. Ngka menghormati Mas. Amat berbeda perlakuan Ngka terhadap teman-temanku yang lain.



"Yuk ikut ke mini market", ajak Mas, dan kujawab dengan anggukan mengiyakan.



Ngka dan 2 temannya sudah tak terlihat di sepanjang jalan yang kami lewati. Aku dan Mas berjalan bersisian. Direngkuhnya bahuku. Rasa nyaman dan aman menjalari setiap inci tubuhku. Hangat terasa dalam hati. Ah Mas, aku merasa nyaman bersamamu.



Di mini market Ngka dan 2 temannya sedang asik memilih-milih apa yang akan dibeli. kami mendevati mereka.



"Beli apa ka?"



"Minuman ringan, Om. Sama ini, cemilan untuk begadang", jawab Ngka



"Sana ambil"


"Ya, Om"


Mas menggadeng tanganku erat.


Duh GUSTI, rasa ini terus bertambah besar... Ingin rasanya aku bersamanya terus. GUSTI, apa yang harus kulakukan? GUSTI, aku merasakan damai yang sejak dulu tak pernah kutemui. Aku tidak mencari ya GUSTI, tapi rasa ini timbul dengan sendirinya. Apakah rasa ini salah? Ya GUSTI... Terus menerus kalimat ini diucap olehku dalam hati.


"Udah selesai? Cukup segitu aja?", tanya Mas pada Ngka memecah sunyi yang mendekapku. kulihat Ngka mengangguk. Dalam keranjang kulihat sebotol minuman bersoda, 3 bungkus mie instan, 3 bungkus keripik, dan 1 bungkus biskuit.


Mas menuju kasir bersama Ngka. Teman Ngka bertanya dengan nada kuatir,"Tante, ga apa-apa kita dibayarin sama Om itu?"


Aku mengangguk dan berkata,"It's ok", dan terlihat kelegaan di wajah kedua sahabat Ngka yang dibina sejak beberapa tahun lalu. Dua sahabat Ngka tahu seperti apa Ngka-ku tercinta. Ngka tidak pernah mau berakrab-akrab dengan siapapun, dan mereka tercengang-cengang melihat Ngka begitu akrab dengan Mas. Sahabat-sahabat yang baik. kuatir akan emosi sahabatnya.


"Yuk pulang", Mas merengkuh pundakku.


Sepanjang perjalanan pulang berjalan kaki aku dan Mas membahas tentang kemarahanku terhadapnya. Aku tertawa malu.


"Itu karena aku rindu. Aku merasa bahwa aku bukan siapa-siapa saat Mas tak menghubungiku. Mas janji mau menghubungiku, tapi nyatanya tidak"


"Gue sibuk dengan pekerjaan yang banyak. Semalam gue tidur di kantor. Gue ga tau ada sms, ga mendengar bunyi ponsel. Gue salah. Maaf. Jangan berpikiran buruk dulu. Semua baik-baik saja. Gue sayang lo. Jangan berprasangka yang buruk. Gue cape, yang"


Aku menyenderkan diri ke Mas sambil masih terus berjalan.


"Berdoa yang, supaya kita harmonis. Berdoa, yang. Gue sayang lo, gue cinta lo", ucap Mas dan mengecup rambutku.


Aku terdiam. Mas, ada bahagia juga pilu merambat. Apakah mungkin semua ini bisa terwujud? Tapi aku tetap mengangguk.


                                                  **********

Aku dan Mas duduk di teras, dan sibuk menghalau nyamuk. Ngka beserta 2 temannya ada di ruang tamu sedang menonton film lewat laptop.


"Ini Ma, Om", Ngka mengangsurkan 2 gelas minuman soda padaku dan Mas. Lalu disusul,"Ini biskuit kesukaan Mama"


Ah Ngka memang anak baik. Juga haru timbul.


"Makasih Ngka", jawab Mas. Mas memandangku, dan berkata,"Gue ga nyangka anak gue bakal begini. Gue ga terpikir bakal dikasih ini sama Ngka. Ah Ngka". Dan Mas merengkuh bahuku sekali lagi.


GUSTI, aku tak tahu harus bagaimana. Cinta ini tumbuh dengan sendirinya. Cinta ini menciptakan damai yang sesungguhnya. Ah Mas, andai Mas tahu bahwa aku merasakan damai ini setiap kali bersamamu.


"Gue harus berangkat sekarang. Doain gue ya, doain kita. Sekarang memang gue ga tahu harus gimana, berdoa aja supaya ada jalan, supaya kita bisa bareng terus"


Aku menahan airmata. Aku memeluk Mas dan tak ingin melepaskannya lagi, hingga akhirnya terucap juga kalimat yang biasanya diucap dalam hati,"Maaf Mas, aku mencintaimu". Lalu kulihat Mas tersenyum lembut.


"Ya, gue tahu. Lo ga salah. Rasa ini ga salah"


kuantar kepergian Mas dengan tatapan mata yang tak lepas, hingga akhirnya menghilang di ujung jalan...


                                                ********************************




  




Comments

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena SIM yang lama itu SI