Skip to main content

error bercerita,"Pencarian Maaf We pada Er"

"Aku We. Aku tau namamu, Namamu Er. Entah apa nama panjangmu, aku hanya tau namamu Er, seperti yang setiap kali kudengar saat temanmu memanggilmu, Er"

Dia tertawa terbahak-bahak! Ah, memang aneh perempuan yang satu ini! Tawanya seakan memecah langit.

"Sejak kapan kamu memperhatikan keberadaanku?"

Gantian aku tertawa, tapi tidak terbahak-bahak seperti dia.

"Sejak hari pertama aku di sini. Aku tau namamu Er, aku tau ruanganmu di lantai 3, aku tau kamu suka berlari di tangga saat naik dan turun"

"Hei, darimana kamu tau itu? Jangan-jangan kamu juga tau bahwa aku suka mengintip dari jendela!"

Aku tertawa mendengar perkataannya. Lalu aku menambah pertanyaan,"Siapa nama lengkapmu?"

"Aku Er. Panggil aku Er"

"Nama lengkapmu?"

"Nama lengkapku Er, nama panggilanku pun Er"

"Cuma Er? Ga ada tambahan lain?"

"Ya, Er tanpa cuma. Namaku Er"

"Singkat sekali. Mengapa orang tuamu memberi nama sesingkat itu?"

"Ya, Er nama yang singkat, tapi sulit", jawabnya dengan serius.

"Sulit?", tanyaku keheranan.

"Ya. Aku bisa mengucap namaku sendiri dengan benar sewaktu aku berusia 7 tahun. Er. Sebelumnya aku salah menyebut namaku sendiri"

"Salah? Bagaimana mungkin salah? Er, dan itu simpel"

"Aku cadel sewaktu kecil, dan aku menyebut namaku El. Sedangkan namaku Er. Jika namaku Ernita, mungkin bisa dipanggil Nita. Sedangkan aku? Namaku Er. Satu suku kata, Er. Salah mengucap, berubah total namaku", jawabnya dengan tetap tersenyum.

Unik. Pribadi yang unik dengan nama yang unik pula. Aneh, dengan nama yang cukup aneh.

"Ada apa dengan nama Er?", tanyaku ingin tau

"Maksudmu?"

"Mengapa namamu Er?"

"Mana kutau. Mungkin karena simpel, tapi harus diucap dengan benar. Seperti yang tadi aku katakan padamu. Simpel tapi harus benar diucap, simpel tapi bukan berarti mudah, simpel tapi harus berusaha agar bisa menjalani dengan baik. Mungkin itu maksud nama simpelku, Er", Er menjelaskan panjang lebar padaku tentang namanya yang unik dan cenderung aneh. Tapi kusuka dengan namanya yang berbeda. Hm, persis seperti orangnya, Er berbeda dengan yang lain.

"Hmm, penjelasan yang bagus. Sempurna. Nilaimu A++", kataku sambil bertepuk tangan, sedangkan Er tertawa.

"We. Apa makna We? Mengapa We?", ganti Er bertanya tentang namaku.

"We? Itu nama panggillanku. Namaku Wehonu. Entah apa maksudnya aku juga ga ngerti"

"Nama yang cukup sulit diingat. Butuh ingatan yang bagus untuk menghafal dan mengingatnya. Aku rasa cukup dengan We saja. Ya, cukup We"

Aku tertawa melihat gayanya yang serius sewaktu mengomentari namaku. Aku suka dengan simpel gayanya yang cenderung semaunya sendiri. Tidak cantik, tapi tak tau kenapa aku mudah sekali mengingat seluruh geraknya yang spontan. Er menyita perhatianku tanpa disadarinya.

"We, tempat tinggalmu dekat sini?"

"Ya"

"Sejak kapan?"

"Beberapa hari yang lalu"

"Oh pantas. Baru ini aku melihatmu"

"Aku melihatmu, dan aku mendengar namamu dipanggil, Er, Er!"

"Ya, karena memang namaku Er. Dan selalu dipanggil dengan sebutan Er"

Aku tertawa mendengar ucapanmu.

"Lucu? Aneh?"

"Hmm..."

"Oke, kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Aku mencari seorang gadis. Dia ditabrak di ujung jalan depan sana. Aku mencarinya beberapa hari ini. Aku ingin bertemu dengannya. Dia seorang gadis, dan aku tak mengenalnya"

"Oh...", kata Er

"Ya"

"Gadis?"

"Ya"

"Mengapa kamu mencarinya, We?"

"Aku menabrak seorang gadis"

"Hmm..."

"Lalu kembali untuk mencari gadis itu"

"kapan kejadian itu?"

"Setahun yang lalu"

Lalu aku mendengar Er berkata amat perlahan, tapi menghantam pendengaranku"Berarti kamu yang membunuhku...". Er menunduk dan melanjut perkataannya,"Mobil itu...., mobil yang menabrakku itu hancur jatuh ke jurang, sopirnya selamat. Sedangkan aku tertinggal di sana... Dan akhirnya terdampar di sini..."

"Oh..., kamu?? Er?? Benarkah kamu yang kucari?? Aku mencarimu. Ternyata itu kamu. Maafkan aku, Er. Sekarang kita ada di dunia yang sama... Aku dihajar massa saat itu lalu masuk ICU"

Er diam... tak menjawab... Desau angin menambah suasana menjadi semakin suram. Malam yang gelap semakin gelap... Tapi lega rasanya menemukan Er, gadis yang kutabrak setahun lalu karena aku mengantuk saat mengendarai, dan dia meninggal seketika. Sedangkan aku menghembuskan nafasku saat berada di rumah sakit. Aku datang mencarinya untuk meminta maaf... Malam makin gelap...



****************************








Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...