Skip to main content

error dan...,"Penulis itu egois"

Haha.., pasti banyak deh yang ngamuk kalau baca judul ini...,"Penulis itu egois". Enak aja egois, gitu deh pastinya..., penulis itu perduli lingkungan, perduli sosial... Siapa yang bilang penulis itu egois? Hehe, akyuuu..., eike.... Siap-siap deh ngumpet gara-gara para penulis melempar panci. Ga ngumpet kalau dilempar laptop! Hahaha..!

Sebenarnya sih penulis egois tu berasal dari pengalaman diri sendiri. Setiap menulis dan asyik dalam cerita di otak, tercurah semua keasyikan di tulisan. Yang lain, minggir duluuu...! Mungkin karena hal ini makanya jatah antri di depan lepi oleh Ngka, Esa, dan Pink, si Mamanya yang error ini dikasih di nomor akhir, sewaktu mereka udah lelah dan mulai mengantuk, dan ga lagi butuh Mama error ini di samping mereka. Tapi juga seringkali memberi kesempatan pada Mama error ini menulis di saat-saat mata mereka 'on'.

"Mama kalau di depan lepi ga bisa diganggu", kata Esa

"Mama kalau nulis mukanya jadi jelek serius banget", kata Pink, dan diriku ini tersanjuuuung bangeeet..., berarti Mamanya ini termasuk cantik doooong... Hahaha!!

Dan Ngka cuma tertawa-tawa mengiyakan...

Hmm, menjadi egois sewaktu menulis... Biasanya hands free ada di telinga sewaktu menulis. Sambil goyang ikuti musik, ikuti lagu dari youtube. Menulis sambil berteriak menyanyi, menulis sambil bergoyang, dan menulislah dan menjadi egois... Sewaktu menulis, Ngka, Esa, Pink, tertawa-tawa melihat atau malah lebih tepat disebut menonton Mamanya menulis. Dan si Mama error ini, cuek aja, lebih cuek dari bebek.

pengennya sih ga jadi egois saat menulis, tapi ternyata untuk gue, memang lebih 'kena' jadi egois waktu menulis. Ga egois? Ga selesai-selesai yang akan ditulis... Haha, terlepas dari perilaku ini bisa disebut baik atau ga, menurut Ngka, Esa, Pink, ini masih oke aja...

So, inilah gue, si Mama yang error, yang egois saat menulis...



Salam Senyum penuh cinta,
error










Comments

  1. kasian anaknya kalo gitu ya, mba :D
    aku biasanya kalo ada adek kecilku kudu nyingkir dulu, karena kalo ga dia bakal ngambek ga diperhatiin karena mbaknya fokus nulis, baru pas malem nulis. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha...
      Aku lebih sering dapat jatah lepi malem, ya karena gitu itu. Tapi Ngka, Esa, Pink, suka kasih lepi pas mereka masih 'on', n ya gitu itu, ketawa-tawa... :D
      haha...

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...