Skip to main content

error dan...,"Penulis itu ga perduli diri sendiri"

Penulis... Lagi-lagi tentang penulis! Penulis itu apa sih? Orang yang bergelut dalam dunia huruf, menyusun menjadi kata, lalu bersambung jadi kalimat, dan akhirnya jadi tulisan yang bias dinikmati? Hmm... Ya mungkin ya... Tapi menurut gue, penulis adalah orang yang bebas bicara di otak dan hati, lalu berteriak, mengucap, berkata, menasehati, dan semua itu lewat jari yang difungsikan maksimal (jiaaah, gayanya gueeee!)

Penulis itu seorang pemerhati. Pemerhati hidup, pemerhati hal yang terjadi. Perduli dengan apapun itu yang menurutnya bisa diterjemahkan dalam tulisan, dan kalau bisa disebarkan untuk semua orang. Entah jadi cerita fiksi, atau apapun itu namanya. Yang jelas, penulis terbiasa memperhatikan hal yang terjadi, dan menjadikan hal tersebut menarik hingga bisa dituliskan melalui huruf-huruf, bukan cuma jadi pembicaraan omong kosong atau bergunjing menggunjingkan hal yang ga jelas kebenarannya.

Tapi gue jadi heran, penulis yang amat perduli terhadap suatu hal, kenapa kurang perduli terhadap diri sendiri? Weh gue bisa-bisa ditimpuk lagi nih sama para penulis! Ngumpet ah, sambil berdoa kali ini ditimpuk lepi, jadi bisa punya lepi mandiri. Eh tau lepi mandiri ga? Lepi mandiri tuh ya lepi punya sendiri, yangga barengan sama siapapun, khusus untuk diri sendiri. Hehe, gue masih lepi gotong royong. Lepi satu untuk barengan sama Ngka, Esa, Pink. Balik lagi ke ketidakperdulian penulis terhadap diri sendiri... Hehe, lagi-lagi ini bukan dari hasil survey tercatat dan terhitung dengan baik sih... Lagi-lagi sebenarnya ini dari diri sendiri. Jadi please, jangan marah ya duhai para penulis...

Cerita dari otak dan hati datang tanpa kenal waktu, dan penulis menuliskan semua itu juga tanpa kenal waktu yang pasti. Jam kerja penulis? Haha, ga adaaaaa... Jam kerja penulis ada di setiap waktu! Pagi, siang, sore, malam, bahkan tengah malam, dini hari, semua itu jadi jam kerja. Ga ada peraturan yang mengikat bahwa penulis itu menulis dari jam sekian sampai jam sekian, gitu. Ga adaaaaa...!! Ga ada peraturan itu. Penulis adalah raja bagi dirinya sendiri. Menguasai diri sendiri, kapanpun mau menulis, ya menulis! Jam istirahat? Itupun jadi ga jelas. Padahal setiap orang butuh istirahat yang jelas. Itu salah satu yang gue bilang ga perduli diri sendiri. Contohnya gue, saat ini 1.17 pagi, dan gue masih aja di depan lepi. Haha, ini baru gue, penulis sekelas ringan seringan-ringannya. Waktu amat berharga untuk gue, untuk menulis. Menulis jadi sebuah kebutuhan, dan lalai jam istirahat. Padahal pagi hari berangkat kerja.

Salah duanya, eh yang ke-dua, doping kopi. Penulis banyak yang minum kopi. Dulu gue juga gitu. Cuma sekarang gue berusaha hidup agak lebih sehat. hehe, iya, gue berhenti ngopi. Tanpa kopi aja gue masih bisa 'on' nulis, apalagi tambah ngopi... Bisa-bisa mata 'on' ga ada 'off'nya! Dan rasanya, kayaknya banyak deh penulis yang ngopi... Duh, itu ga perduli diri sendiri... Maaf ya duhai penulis yang ngopi... Hehehe...

Duduk berlama-lama katanya ga bagus untuk kesehatan. Banyak penyakit mengintai... Padahal menulis yang nyaman ya sambil duduk, masa iya sambil terlentang? Haha... Dan penulis duduk ga cuma 1 jam atau 2 jam aja... Duh,,,

Nah makanya gue bilang, penulis itu ga perdulli diri sendiri. Tapi ya itulah penulis. Enjoy dengan segala cerita yang siap ditulis oleh jari. Mensyukuri takdir menjadi penulis, dengan terus menulis.

Gue bahagia dan bersyukur bisa duduk di depan lepi membiarkan jari bebas berbicara... Mengisi waktu berlama-lama di depan lepi...

Semoga saja penulis bisa menjadi lebih perduli pada diri sendiri... Tapi nyatanya gue juga ga bisa... Hahaha..!!

Penulis? Menulis? Asssyiiik siiih...! Hahaha...


Salam senyum penuh cinta,
error













Comments

  1. hahaha!
    sukaaa yang iniiii :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. huwahahaha... tidur dini hari karena asiiik menuliiis... hihihi...

      Delete
  2. Salam Takzim
    Saya protes penulis juga bisa nyisir ko, nyisir sambil nulis komen
    Salam Takzim Batavusqu

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...