Skip to main content

error bercerita,"Sebuah perjalanan" #episode 8


"If you're happy and you know it claps your hands... If you're happy and you know it claps your hands... If you're and you know it and you face is surely show it, if you're happy and you know it claps your hands...!!", suara bening De, Gi, dan Zi, memenuhi rumah. Tepuk tangan mereka memenuhi seluruh sudut ruangan. Anugerah indah dari GUSTI... Ceria dan senyum yang manis De, Gi, dan Zi...
"Mamaaaaa...!!", suara Gi berteriak memanggilku dan mendekat.

"Ya, cinta", sahutku setelah Gi ada di dekatku

"Mesin cucinya masih rusak?", tanya Gi padaku. Dilihatnya aku sedang mencuci baju.

"Mesin cucinya mogok kerja ya Ma?", tanyanya lagi

"Ga... Mesin cucinya sedang cuti. Mesin cucinya mau istirahat dulu", jawabku.

Gi berlari meninggalkanku. Aku pun melanjutkan mencuci.

"Tuh, tuh, lihat tuh..!", suara Gi memecah konsentrasi. Aku membalikkan badan untuk melihat sedang apa mereka.

"Tuh, mesin cucinya cuti kata Mama. Mesin cucinya capek. Mesin cucinya ga mau diganggu, dia cuti. Mama mencuci sendirian. Lihat tangan Mama penuh busa sabun. Lihaat, baju Mama basah kena air cucian", Gi berkata sambil menunjuk ke arah mesin cuci dan aku.

"Bantu Mama yuuk", kata De

"Yuuuk", sahut Zi dan Gi

Mereka bertiga berlari ke arahku sambil berteriak,"Mamaaaaaaa..!"

Aku tertawa melihat mereka yang penuh keriangan khas anak-anak. Lalu mereka ada bersamaku, mengelilingi ember hitam berisi air sabun penuh dengan cucian baju. Tangan kecil mereka masuk ke air sabun. Aku tertawa melihat ini.

"Gi, pelan-pelan", protes De yang rambutnya terciprat air sabun karena Gi terlalu bersemangat memasukkan tangan ke air sabun cucian. Gi tertawa, disambut tawa Zi. Aku juga tertawa bersama mereka.

"Ma, Mama masak apa Ma?", tanya De

"Lapar ya?", tanya Zi

"Gembul", kata Gi tertawa

"Masak nasi goreng yuuk", ajakku, lalu kutambahkan"Tapi mandi dulu. Bajunya basah kan? Mandi aja sana sayang. Sehabis mandi, kita masak sama-sama. Masak nasi goreng"

"Horreee..!! Mandiiiii...!!!", seru De, Gi, dan Zi, aku meneruskan mencuci. Sedikit lagi selesai. Hmm, Hans pulang atau tidak hari ini, pikirku. Tapi ya sudahlah, biar saja. Biar saja Hans menikmati hidup yang dia punya, dan aku menikmati hidupku bersama 3 nyawa kecil ini.

"Mamaaaa... Sms! Papaaaa! Dari Papa, ma. Papa ga pulang lagiiii...!", teriak Gi, dan tergopoh-gopoh mendatangiku.

Diberikannya hp padaku. Hmm, sms belum dibuka. Haha, ada-ada saja Gi. Dia menebak sendiri isi sms dari papanya.

"Apa kata Papa, Ma?", tanya Gi ingin tau

Aku tak menjawab. Aku tidak tau harus bersikap bagaimana. Apa yang seharusnya dirasa oleh hati ini sebenarnya? Senang, atau sedihkah? Hmm, Hans tidak pulang untuk akhir pekan ini. Isi sms itu singkat. Bogor. Hanya itu, yang artinya Hans tidak pulang, tapi tetap ada di Bogor.

"Mamaaa, apa isi sms dari papa?", tanya Gi

"Papa ga pulang sayang", kataku pada Gi sambil tersenyum

Gi bangkit dan berlari serta berteriak,"Papa ga pulaaaang...! Papa ga pulaaaang!"

De dan Zi berlari menuju arahku yang masih sibuk menjemur pakaian.

"Papa ga pulang ya Ma?", tanya De

Aku mengangguk. Ah, selesai sudah mencuci dan menjemur pakaian.

"Ma, bener kan ya Papa ga pulang?", tanya De

"Iya, sayang cintanya Mama. Bener, ga bohong", jawabku

"Zi mau peluk mama. tapi Mama belum mandi, baju Mama masih basah, jadi Zi ga jadi deh peluk Mama", ucap Zi polos

"Mama, Mama mandi dulu gih sana", De menyuruhku mandi

Hmm, Hans, Seringkali aku tak mengerti betapa ruginya kamu menyia-nyiakan cinta seindah ini... Cinta dari De, Gi, dan Zi. Ah, Hans, kami di sini mencintaimu dengan cinta yang tak berpamrih.

De menggandeng tanganku dan membimbing ke kamar mandi. Lucu sekali rasanya dibimbing anak usia 8 tahun ve kamar mandi dan disuruh mandi. Tapi ini biasa dilakukan De. Mungkin De merasa bahwa dia yang tertua, dan bertanggung jawab atas hidupku. GUSTI, betapa indah cinta yang telah diberi pada kami.

"Jadi masak nasi goreng, Ma?", tanya De

"Ya, jadi", ujarku sambil mengedipkan sebelah mata pada De sebelum menutup pintu kamar mandi. De tertawa.

dari dalam kamar mandi terdengar tawa dan suara nyanyian de, Gi, dan Zi. Suara khas anak-anak, ceria khas anak-anak. Bahagia rasanya mendengar suara bening mereka. Byar byur ga memakan waktu lama aku sellesai mandi.

"Yuuk masak", ajakku pada De, Gi, dan Zi, yang menunggu di dapur. Senyum mereka mekar bagai bunga mawar yang cantik dan harum...

"Ambil bumbunya, sayang", ujarku

Dengan sigap mereka membuka kulkas. Diambilnya bumbu-bumbu halus di dalam kulkas. Aku memang menyiapkan semua bumbu yang sudah halus di kulkas. Masak tak lagi menghabiskan waktu. Aku mengeluarkan nasi dari magic jar. Wajan siap, minyak siap, kompor juga.

Trek!

Trek!

Oh GUSTI, jangan, jangan... Gas habis...

"Mama, kenapa?", tanya Zi padaku

"Gas habis, cinta", ujarku

"Yaaaaaaaaaah...!!", suara kecewa De, Gi, dan Zi, mengiris hati.

Ya GUSTI, gas habis. Uang pun tak ada. Hans memberiku uang tidak untuk sebulan. Hans memberi uang sekehendak hatinya. Jumlahnya pun tak tentu. Menurut Hans, aku pemboros. Padahal dengan uang Rp. 50.000,- dan itu diberi setiap kali Hans memang ingin memberi. Bisa untuk seminggu. Aku tak pernah mau meminta uang padanya. Menurutku, itu adalah kewajiban seorang suami, seorang ayah. Tak perlu aku meminta. Nafkah diberi sesuai kesanggupan, sesuai keadaan. Hans seorang manajer di sebuah perusahaan swasta terkenal. Tapi jika memang menurutnya kesanggupannya sejumlah ini, aku tak ingin memprotesnya. Hanya akan menggedor hatiku dengan makiannya...

"Mama ga punya uang ya untuk beli gas?", tanya Zi

"Ya iya ga punya lah... Papa kan ga pulang. Papa ga kasih uang. Tuh coba lihat di atas tv, ada ga uang di situ", kata De

Zi dan Gi berlari menuju tv, ditariknya kursi lalu berdiri di atas kursi untuk melihat ke atas tv, ada uang atau tidak di sana. Ya, Hans tak pernah memberi uang langsung ke tanganku. Tapi diletakkannya uang itu di atas tv. Ah cinta...

"Maaaa, ga ada uang", seru Zi dan Gi

"Ya ga adaaaaaa", jawab De tertawa

"Sini cinta, sama Mama yuk. Mama punya cerita bagus", aku mengalihkan perhatian mereka

Berkumpullah kami di karpet depan tv. Aku mulai mendongeng. Setiap hari aku mendongeng untuk mereka. Dongeng yang keluar begitu saja dari otakku. Dongeng yang mengajak mereka untuk selalu tersenyum dan berbuat baik.

Trek, trek, trek!

"Ma, ada orang di luar", kata Gi, lalu dia berlari ke luar

Tak lama kemudian Gi masuk menenteng tas plastik besar sambil tertawa.

"Mama, tadi tante Indira. Tante Indira ga masuk, cuma mau kasih ini untuk kita. Mama tau ga? Nasi goreng!!", seru Gi sambil berteriak kegirangan, disambut teriakan De, dan Zi.

Indira adalah sahabatku. Indira tidak pernah tau keadaan kami yang sesungguhnya. Aku tak pernah bercerita pada siapapun tentang kondisi ini. GUSTI memang MAHA PEMURAH, nasi goreng tidak bisa dimasak, datang nasi goreng buatanNYA lewat tangan Indira. Ada 4 bungkus nasi goreng.

"Ambil piring sayang", pintaku pada De

Setiap orang mendapat setengah bungkus nasi goreng. Aku tidak makan. Rasanya sudah kenyang melihat anak-anakku bisa makan dengan senang dan lahap. Masih ada 1,5 bungkus nasi goreng, aku masukkan dalam kulkas. Untuk besok pagi...


Terimakasih GUSTI...

***********************





























Comments

  1. Salam Takzim
    Ge bagaimana kalau kita jual saja tv nya nanti uangnya kita beliin tv yang kecil dan kita taroh sisa uangnya diatas kita bisiki mamah ada uang nih
    Bu Indira dewa satu hari semoga akan aa indira" esok dan lusa
    Salam Takzim Batavusqu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe... akang... kalau si papa tau, bisa abis semua dimaki atuh akang... :(

      Amin... ya semoga Indira-Indira akan lahir setiap saat...

      Salam senyum untuk akang ;)

      Delete
  2. hehehe.. sepertinya mbak ninit berbakan nih menulis novel.. sudah bagus tuh susunan katanya mbak.. ikutan lomba lomba menulis novel aja mbak.. tak jamin mbak ninit bakalan menang deh... hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aiiih makassssih mas Nady... ;)

      insyaAllah ikutan lomba nulis novel, mas...

      doain yaaaa... Makasih doa n dukungannya ;)

      kedipin lagi aaaah... ;)

      Delete
  3. Anak2 memang selalu memberikan keceriaan pada kita ya mba (bacanya sambil berlinang air mata :P )

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya mbak, anak-anak selalu membawa keceriaan yang membahagiakan...

      # tissue, mbak?? ;)

      Delete
  4. antara sedih dan seneng..dimana anak2 dengan polosnya selalu memberi kebahagiaan buat mama sedangkan mamanya semacam menanti kepulangan sang suami.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. kayak bang toyib donk nga pulang2

      Delete
    2. Chela, iya antara senang dan sedih. senang karena ga ada keributan, sedih karena ga ada uang untuk makan anak-anak ;)

      Delete
    3. Wendy, huwehehe... mirip bang toyin ya? haha...

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...