Skip to main content

error bercerita,"Sebuah perjalanan" #episode 12

Trek trek trek...!


"Mamaaaa, ada orang di pagar", kata Zi

"Gi aja ya Ma... Gi yang keluar ya", ujar Zi, lalu berlari ke luar. Tak lama kemudian Gi terlihat membawa kantong plastik besar merah warna merah sambil tertawa.

"Gi aja yang keluar kalau ada yang trek trek pagar ya Maaaa", kata Gi, dan menambahkan,"Selalu makanan!", dan disambut tawa De juga Zi. Aku tersenyum...

"Makan ma?", tanya Gi

Aku tersenyum, dan mengangguk.

"Maaaaaaa, ada 2 kardusnyaaaaa...", suara Zi berteriak tertahan, jadi lebih cenderung disebut mendesis. Matanya melotot melihat ada 2 kardus dalam kantong plastik.

"Ma, apa iya dia tau kalau kita ga punya makanan?", tanya De serius

"Gaaaa... Ga tauuu Deeeee... GUSTI yang tau ya Maaaaa...", sahut Zi

"Eh iya Zi pintar! Jadi gini, GUSTI berbisik padanya,"Hai, di sana ada yang habis makanannya... Ayo beri 2 kardus"", kata Gi

Aku menahan airmata. Satu hal yang sepertinya terlihat sepele. Nasi dalam kardus, nasi selamatan tetangga yang meninggal seminggu lalu, yang mungkin untuk sebagian orang cuma 'nasi' yang ga berharga, yang tak membuat nafsu makan, yang kalah jauh dari nasi resto, bagaikan harta karun bagi De, Gi, dan Zi. Hans, pernahkah kamu merasa lapar?

"Mamaaaa, suapin yaaa...", kata Zi

"Gi, yang satu masukkan kulkas, untuk besok pagi", De berkata pada Gi dengan nada memerintah

"Siaaaaaap Paku...!", Gi berteriak sambil bersikap hormat.

"Paku???", De keheranan, dan Zi pun bingung, terlihat dari raut wajahnya

"Hahaha..!! Bingung semua!! Paku... Pakuuuu...mendaaan...!!", jelas Gi sambil tertawa-tawa.

Aku, De, dan Zi, tertawa serempak. Ada-ada saja Gi... Paku ternyata pelesetan pakumendan, atau pak komandan. Hahaha!!
Tiga nyawa kecil ada di hadapanku, duduk manis sambil mengunyah makan yang aku suapkan dan asyik mendengar dongeng dariku. 

Tiba-tiba Zi berlari ke kamar mandi...,"Hoeeeek! Hoeeek!!". Aku berlari menyusul. Ya GUSTI... Zi muntah! Jangan, jangan sakit, cinta, jangan sakit... Aku menggendongnya masuk kamar, setelah mengelap mulut Zi. De dan Gi membersihkan kamar mandi tanpa kusuruh. Airmata Zi turun berlinang. Suaraku hilang. Hanya ada senyum yang memang selalu tersedia untuk De, Gi, dan Zi. Airmatanya kuusap dengan penuh kasih.

"Maapin Zi, Mamaaaa...", ujarnya perlahan setengah berbisik.

Senyumku semakin mengembang. Airmata semakin mendesak ingin turun, dan kutahan kuat-kuat! Minyak kayu putih kubaluri di seluruh tubuhnya.

"Maapin Zi Mamaaaa... GUSTI, maapin Zi... Makanannya jadi dibuang... Harusnya Zi ga muntah, itu rejeki dari GUSTI kan ya Ma? Maapin Zi Maaaaa, maapin Zi GUSTI... Jangan marah ya GUSTI... Rejekinya jangan diambil lagi...", isak Zi

"Mama ga marah, cinta... Zi masuk angin. Boboan aja ya sayangnya Mama... Nanti kalau sudah agak enak badannya, Mama suapin lagi ya...", ujarku sambil mengelus rambutnya.

"Ziiii, jangan matiiii....", isak Gi

"Hush! Zi masuk angin! Ga mati!", kata De

Lalu terdengarlah tawa bening masuk gendang telingaku. De, Gi, dan Zi, tertawa bersama. Airmata itu hilang sudah!

Hans, jika kamu ada di sini, kalimat apa yang hendak kamu ucap? Di sini ada lebih dari miliaran kata tak terucap, tapi ada lebih dari itu jumlah senyum dan cinta berkumandang...

Aku keluar kamar, membereskan kardus yang masih bersisa nasi serta lauk dan sayur, kusimpan dalam kulkas. Nanti dilanjutkan lagi... Dan airmata pun mengalir deras basahi pipi, berbarengan dengan senyum mengembang tanda syukur pada GUSTI... Dalam sempit ada cinta yang luas... Amat luas...
Trek trek trek!!

Ah ada orang lagi di luar. Gi berlari ke luar. Tak lama kemudian masuk, menenteng kantong plastik hitam dengan riang.

"Zi, rejeki itu ga pernah putus, Zi...!!! Bingkisan ulang tahun!", seru Gi...

Lalu kudengar,"If you're happy and you know it claps your hands!". De, Gi, dan Zi, bernyanyi... Dan airmataku pun semakin tak henti...

GUSTI, terimakasih...

*******************





Comments

  1. Baru aja comment di postingan di atasnya, sudah posting lagi...

    Hemm semangatmu patut untuk di contoh Mbk Nit.

    Weleh weleh weleh, salam lagi untuk anak anak ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe... Makasiiih mas Imam... :)

      Salam senyum dari para ponakan di bekasi ;)

      Delete
  2. Salam Takzim
    RezekiMu datang dari arah yang tidak disangka" seperti janjiMu GUSTI terimakasih atas kebaikan" yang Engkau berikan kepada hambamu Zi
    Salam Takzim Batavusqu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, rejeki ga pernah salah tempat ya akang :)

      Salam senyum ;)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...