Skip to main content

error bercerita,"Sebuah perjalanan" # episode 16

"Mam dan Pap pulang ya. Jaga dirimu dan anak-anak baik-baik. Ini untuk jajan anak-anak, simpan dengan baik. O ya, pakai cincin Mam ini untukmu, juga kalung dan gelang ini. Jadi kamu terlihat lebih manis", ujar Mam saat akan pulang. Aku tersenyum. Tak ada kata keluar dari mulutku. De, Gi, dan Zi terlihat sedih. 

"Eyaaaaaang, nanti Zi mau beli rumah yang besaaaar... Eyang menginap di rumah Zi lagi ya nantinya. Ada 5 kamar nantinya. Satu kamar untuk Mama dan Zi, satu kamar untuk Gi, satu kamar untuk De, satu kamar untuk Eyang kakung dan Eyang putri sewaktu menginap", Zi berkata sambil memelukku yang berjongkok di sampingnya.

"Zi, itu baru 4 kamar. Berarti itu kamar Zi. Papa kan tidur di kamar berdua Mama, ya?", Pap berkata pada Zi sambil mencolek pipi Zi.

"Iiiih Eyaaaang...! Yang satunya itu kamar untuk pembantu, tauuuuuu...! Zi sama Mama, Eyang. Papa tidur di rumahnya sendiri aja. Rumah Zi bukan rumah Papa, Eyaaaang. Nanti Eyang boleh parkir mobil di garasi mobil Zi yang luaaaaaas...!", ujar Zi

Pap dan Mam nampak sedikit terkejut, tapi kulihat Pap dengan cepat menguasai suasana hatinya, lalu menjawab,"Garasinya kok luas?"

Zi tertawa, lalu tertawa,"Papa boleh menginap di garasi di dalam mobilnya Papa. Nanti di garasi ada kamar mandinya kok. Jadi Papa bisa mandi dan pipis di sana. Gitu loh Eyaaaang"

Aku berkata pada Zi,"Jangan dong Zi, nanti Papa bisa sakit kalau begitu"

"Ya nanti Zi jadi dokter. Gampang, Zi periksa Papa. Ga usah bayar, gratis periksa di Zi", ujar Zi

"Ziii, Gi juga punya rumah besaaaaaaaaaaar...! Ada kamar besar untuk Zi di situ. Tapi kamar di rumah Gi ada banyaaaaak. Mama di kamar yang besar juga. De juga. Papa juga dapat kamar, kok. Boleh pilih mau kamar yang mana aja, ada karaokenya, ada games nya. Tapi ga boleh keluar kamar", Gi berkata

"Iiiih, De juga punya rumah besar! Semua orang punya kamar bagus di rumah De. Papa boleh datang dan tidur. Tapi De mau berdoa supaya ada sms 'Bogor' setiap hari dari Papa", de tak mau kalah

Mam dan Pap terlihat amat terkejut dengan angan-angan De, Gi, serta Zi. Aku? Tak kalah terkejutnya!

"Ya sudah, Eyang pulang ya sayang. Jaga Mama baik-baik, ga boleh nakal", Mam mengelus rambut De, Gi, dan Zi

"Pasti Eyaaaaaaang...!", seru De

Gi tertawa, dan mengacungkan ibu jarinya yang ditiru oleh Zi. Aku cuma tersenyum..., lalu mengantar Mam dan Pap ke garasi.

"Daaaah Eyaaaaaang..!! Hati-hatiii...!!", seru De, Gi dan Zi serempak, sambil melambaikan tangan mungil mereka.

"Udah habis, Ma", ujar Zi padaku

"Apanya yang habis?", tanyaku

"Rahasia diam-diam ga bercerita tentang Papa", sahut Zi, yang disambut tawa De juga Gi

"Maaaa, Zi mau Mama pakai cincin, gelang, kalung dari Eyang. Siniiii Zi bantu", ujar Zi

"Mama cantiiiik...!", kata Gi

"Mama, mama seperti bidadari", kata De

"Mama, Mama seperti Cinderella!", Zi bertepuk tangan


"Jangan mau jadi cinderella, Ma! Mama ga punya rok! Susah, pakai rok, naik kuda! Jangan mau!", sahut De

Ah, nyawa kecil yang lucu dan penuh cinta... Aku tertawa. Cinta, ini cinta... 

"Ya, GUSTI, moga-moga Papa ga pulang lagiiii, amin", ujar Zi

"Amiiiin", ujar Gi

"Amiiin", tambah De

"Heee, ga boleh gitu", sergahku

"Ah Mamaaaa, kalau Papa pulang, nanti cincin, gelang, dan kalung Mama diambil lagi sama Papaaaa!", teriak Zi

De dan Gi berebut bicara, dan aku? Terbawa memori tentang perhiasan dari Mam yang selalu diambil Hans. Entah untuk apa, dan aku enggan bertanya...

"Mamaaaa, Papa pulang ga nanti?", tanya Zi

"Gaaaaaaaaaaaaaaa....!", sahut De dan Gi sambil tertawa, lalu berlari masuk ke dalam rumah dengan riang, disusul Zi.

Haaaaaaaaaaans...! Seruku dalam hati...



 *************************



Comments

  1. Salam Takzim
    Selamat jalan Mam, Pap semoga kalian selalu sehat ya.
    masih dengan keharuan ada selipan perhiasan sebagai persediaan mana kala gas habis
    Salam Takzim Batavusqu

    ReplyDelete
  2. haduh....
    masa suruh menginap di garasi mobil. Di dalam mobil pula, bisa pengap kalau beberapa jam di garasi.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...