Skip to main content

error bercerita,"Sebuah perjalanan" # episode 1

"Ya, itu suratku", kataku dalam hati saat melihat kertas berwarna putih dengan lipatan khas yang tadi aku selipkan di dalam dompetnya. Aku ambil dan aku selipkan di saku bajunya yang kugantungkan di kapstok kamar, sedangkan dia masih mandi. 

Suara pintu kamar mandi terdengar dibuka. Dia sudah selesai, pikirku. Akupun bersiap ke dapur, menyiapkan sarapan untuknya. 

"Mana bajuku?", dia berteriak dari kamar. Selalu dengan kalimat yang sama, padahal selalu baju untuknya sudah kusiapkan setiap dia mau berangkat kerja.

"Di tempat biasa", jawabku sambil tetap sibuk di meja makan

"Aku ga mau yang ini!", suaranya terdengar berteriak. 

Aku tergopoh-gopoh mendatanginya di kamar. Baju yang sudah kupersiapkan untuknya teronggok di lantai, dan surat itu ada di samping baju, terlihat kumal. Ufh, sulitnya mendapat kasihmu, kataku dalam hati. Baju warna hitam kotak-kotak kecil yang kusut di lantai aku ambil, surat yang tadi kuselipkan di saku baju itu kubiarkan ada di lantai. Biar saja...

"Mau baju yang mana?", tanyaku sambil membuka pintu lemari

"Ga usah! Aku wae, aku aja yang milih!", jawabnya ketus. Aku diam dan tersenyum, lalu meninggalkannya yang sedang sibuk memilih baju dalam lemari.

"Ya", jawabku singkat, lalu meninggalkan kamar.

Tak lama sesudah itu dia berangkat kerja, kuantar hingga ke depan pagar dan kututup pagar. Lalu aku masuk kembali ke dalam rumah. Saat hendak membuang sampah dari tempat sampah dekat dapur ke bak sampah di luar, aku melihat secarik kertas kusut tercampur dengan sampah.


*****












Comments

  1. Salam Takzim
    Coretan yang membuat geram atas perlakuan suami yang egois
    Sambil menunggu lanjutan kisah berikutnya
    Salam takzim Batavusqu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam senyum, pak Batavusqu...
      Makasih dah mau menunggu kelanjutannya...
      :)

      Delete
  2. Pagi-pagi penasaran ne... pengen tau isi suratnya... hihi,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. eh mbak Cawi..., surprise loh tau mbak maen ke sini...hehehe, nanti mbak, sabar yaaa... hehehe ;)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...