Skip to main content

error bercerita,"Sebuah perjalanan" #episode 13

Trek trek trek! Tin tin tin!!

Suara dari luar. Pagar diketok gembok, dan suara klakson mobil.

"Deeee...! Giiii...! Ziii...!", suara teriakan dari luar mengejutkanku.

Aku berlari keluar. Mam! Pap! Tergesa aku membuka gembok, sambil tersenyum. Rindu ini tak tertahan lagi...

"Aaah, kamu kurus sekali...", Mam berkata dan memelukku

"Ya, sini Pap rindu", Pap berkata, lalu memelukku erat

"Jangan diet terlalu keras, sayang. Terlalu kurus bisa sakit. Mana De, Gi, dan Zi? Hans mu?", Mam berkata padaku.

"Mereka masih tidur, Mam. Lelah semalam bercanda"

"Hans juga?", tanya Pap

"Hans nanti pulang, Pap. Ada pekerjaan yang tak bisa ditinggal"

"Hmm..", ujar Pap

"DOOOOOOORRRRR!!!!"

Mam, Pap, dan aku terkejut bukan main. Tiba-tiba saja De, Gi, dan Zi, muncul berteriak dari balik pintu! Cintaku tercinta..., selalu punya cara unik meramaikan suasana.

"Hahahaha!!!", tawa Pap, lalu memeluk 3 cucu yang juga tertawa-tawa

"Haaaii, mana peluk untuk Eyang Putri?", seru Mam pada De, Gi, dan Zi

Menghamburlah De, Gi, dan Zi, dari pelukan Pap ke pelukan Mam. Indah sekali, indah sekali... Ya, cinta ini indah sekali...

"Pap tolong teh hangat ya", kata Pap padaku

"Gas habis, Pap. Baru semalam habis, juga air galon habis semalam. Belum sempat pesan", ujarku

"Sudah, ga apa-apa. Pap memang menyusahkan. Ini Pap, minum", Mam mengangsurkan botol air mineral pada Pap.

"De, kamu ke warung ya. Beli air mineral botol besar 6. Uh, berat. Minta tolong Mas nya antar aja ya De. Dan kamu boleh jajan apa saja. Ini uangnya", Pap memberi uang pada De.

Warung ada di sebelah rumah kami. Jadi pasti bersedia mengantarkan pesanan.

"Oke Eyaaaaang!", kata De dan Gi. Sedangkan Zi hanya duduk di kursi.

"Jangan pernah menyepelekan makan dan minum. Gas bisa habis, air minum pun habis. Bagaimana sih kamu?", ujar Pap

Zi terlihat ingin menjawab, tapi memandangku yang tersenyum dan mengedipkan mata perlahan, Zi tersenyum dan mengerti bahwa tak perlu menceritakan itu pada Eyangnya.

"Yang jual gas sudah buka belum?", tanya Pap

"Mungkin sudah, Pap", jawabku. 
Mam terlihat sibuk mengeluarkan banyak kotak dari tas besarnya.

"Ini coklat, Zi. Untuk De, Gi, dan Zi", Mam berkata pada Zi. Zi tersenyum lebar.

Mam menoleh padaku,"Ini Mam bawa ayam bakar, rendang, abon, teri kacang pedas, ayam goreng, kering kentang, perkedel, ah banyak pokoknya. Ni taruh di meja sana". 
Mata Zi terbelalak! Lalu memandangku. Bibirnya bergerak mengucap tanpa suara,"GUSTI". Aku mengangguk pada Zi sambil tersenyum. Wajah Zi cerah sekali walau masih terlihat agak pucat. 

Aku menata semua makanan yang dibawa Man dan Pap. Rasanya seperti berada dalam gudang makanan! Hans, beruntungnya kamu..., ada banyak makanan saat kamu datang...

"Zi, badanmu hangat. Sakit sayang?", tanya Pap pada Zi, dan menoleh padaku,"Zi sakit. Sudah dibawa ke dokter?"

"Ya, Pap. Belum. Nanti"

"Semua nanti, nanti, nanti. Zi itu anakmu. Cobalah perhatian padanya", Pap menasehatiku

"Eyaaaaang, Zi ga mau kok ke dokter. Zi sudah sehat. Ada Eyang di sini, Zi sembuh!", kata Zi

Haaaans, putri kecil ini membelaku dengan manisnya...

"Eyang, gendong Zi", Zi merajuk manja

"Eyaaaaaang...!! Sudaaaaah!!! Ziiiii, ini biskuit kesukaan Ziiiiii...!!!", suara teriakan De dan Gi terdengar.

Pap menggendong Zi, dan menerima botol-botol air mineral dalam 2 kantong plastik besar.

"Ayo ikut Eyang semua. Pesan air galon, gas. Mau??", Pap berkata pada De, Gi, dan Zi

"HORRRREEEE...!!! MAUUUUUUU...!!", serentak De, Gi, dan Zi, berteriak kegirangan

"Eyang, Zi digendong sampai mobil ya?", De berkata pada Pap, dan ditambahkan
,"Supaya Zi ga kecapean"

"Beres bosssss!!", Pap menjawab
Mam tertawa melihat de, Gi, dan Zi, yang tertawa.

"Mamaaaa..., pergi dulu yaaaaa...!!", Zi melambaikan tangannya, tapi lalu,"Eyaaaaang, belum cium tangan Mamaaaaa...!"

Pap tertawa. De, Gi, berlari berebut mencium tanganku dan tangan Mam. Pap menggendong Zi, Zi mencium tanganku lama sekali, tidak seperti biasanya. Ah Zi... 


Mam dan Pap tidak pernah tau apa yang terjadi di rumah ini. Semua seakan berjalan baik-baik saja. Hans, hmm..., hari ini Hans pulang. Tapi entah jam berapa... Hans, aku tetap di sini menunggumu...


********************** 




Comments

  1. Salam Takzim
    Naluri orang tua memang selalu ada dan tak akan pernah hilang, semoga tidak terdengar sikap Hans oleh Mam juga Pap
    Makan kerupuk G̲̣ɑ̣̇̇к̲̣ pake kuah
    Masih nunggu ah
    Salam Takzim Batavusqu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya akang, benerrr bangeeeet... ;)

      makan sagu, silakan menunggu... :D
      hihi, ikutan pantun :D

      Salam senyum ah ;)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...