Skip to main content

error bercerita,"Sebuah perjalanan" #episode 14

"Hans?", aku terkejut melihat Hans ada di depan pintu. Sungguh aku tidak mendengar kedatangannya.

"Hmm", jawabnya tanpa senyum, dengan wajah tak acuh

"Mam dan Pap datang"

"Sudah tau", ujarnya sambil melepas sepatu di ruang tamu

"Aku tidak mendengar kamu datang. Maaf"

"Carport sudah penuh dengan mobil orang tuamu. Ga butuh permintaan maafmu"

"Hans, sudah pulang? Mam dan Pap ga tau kamu dah sampai di rumah. Ga ada suara", Mam dan Pap tiba-tiba ada di ruang tamu.

Hans tak acuh pada Mam dan Pap. Dia terus saja masuk ke dalam tanpa berkata apapun. Mam dan Pap memandangku. Ada banyak pertanyaan kulihat di wajah Mam dan Pap. Tanya tanpa kata. Aku hanya diam tak berkata apapun. Duduk, dan masuk ke dalam karena Hans memanggil. Aku tinggalkan Mam dan Pap dan jutaan pertanyaan yang terlihat jelas...

Hans di kamar duduk dengan muka masam. Aku berdiri di hadapannya dan memandangnya tanpa berkata apapun.

"Sejak kapan Mam dan Pap datang?"

"Tadi"

"Seharusnya ijin padaku. Ini rumahku", ujarnya ketus dan dingin. Aku cuma diam memandangnya.

"Mamaaaaaa...", suara Zi...

Selalu ada Zi yang menyelamatkanku dari suasana mencekam. Aku keluar kamar meninggalkan Hans. Zi di luar kamar memelukku, dan berbisik,"Mamaa, Mama ga kenapa-napa kaaaan?". Aku mengangguk sambil mengelus rambut Zi.

"Mamaaaa, Zi tadi berdoa bersama De, dan Gi, minta GUSTI supaya Papa ga jahat lagi. Udah ga jahat ya Ma?"

"Hush, Papa ga jahat. Papa itu baik"

"Mamaaaaa, dosaaaaaa... Mamaaaaa, Mama bohoooong..."

Aku tertawa.

De dan Gi keluar dari kamarnya dengan wajah lugu.

"Mama, Mama dimarahin Papa?", tanya De

"Ga. Eh, mana Eyang?"

"Eyang di teras", Sahut Gi

"Ya udah. Mama mau ke teras", ujarku

Hans keluar kamar, mengambil kunci mobil.


"Mau kemana?", tanyaku

"Bukan urusanmu"

"Papaaaa, Papa jahat! Papa ga sayang Mama! Zi marah! Papaaa, Papa ga boleh pulang ke sini lagi!", Zi berteriak sambil menangis.

Hans terlihat marah. Mukanya menegang.

"Hans, mau kemana?", suara Pap terdengar

Hans diam.

"Hans", panggil Pap

Hans diam, masih tetap diam, lalu menghilang... Pap pun menghilang...

"Mamaaa, banguuun... Eyang nyuruh makaaaan... Mamaaaa...", suara Zi membangunkanku. Ufh, ternyata semua cuma mimpi... Hans, begitu kuat karaktermu mengikat cerita hidupku. Aku pun bangun memeluk Zi.

"Ayo kita makan...", ajakku pada Zi. Zi menggandengku

Hans, kamu tak pernah tau, di sini ada banyak cinta, dan itu mengenyangkan hidupku, penuh dengan cinta...

************************************


























Comments

  1. Salam Takzim
    Gile si hanz sama pap ko begitu sih kejam banget hanz hanz
    Sudah habis ya
    Salam takzim batavusqu

    ReplyDelete
    Replies
    1. belum habis,kang. Masih berlanjut ;)

      Salam senyum :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...