"Pulang, sayang"
"Ga pulaaaang", sahut Zi lagi
"Pulang, cintaaaaa", kataku
"Mamaaaa, maapin Zi. Tadi Zi buka sms dari Papa, katanya Bogor, gitu Ma. Berarti Papa ga pulang kan??"
Aku tersenyum mendengar perkataan Zi. Entahlah tersenyum lega karena Hans tidak pulang atau tersenyum karena melihat Zi dengan gayanya yang polos bercerita padaku. Ah Hans, maafkan kami. Tanpamu selalu memberi sebuah kelegaan bagi kami, walaupun juga tetap ada rasa sedih tanpa kehadiranmu.
"Hans ga pulang?", tanya Pap
"Ga, Pap"
"Sibuk sekali dia", ujar Pap
"Ga setiap kali Hans sibuk, Pap", sahutku sambil melangkah ke belakang rumah. Mesin cuci belum juga selesai kuservis. Tapi ternyata Pap mengikutiku dari belakang.
"Mesin cuci?"
"Ya"
"Servis sendiri?"
"Ya"
"Hans?"
Aku terkekeh. Mana pernah Hans turun tangan urusan rumah? Semua ada d tanganku, di bawah kendaliku. Hmm, kendali? Haha... tepatnya akulah penguasa pembenahan rumah. Semua yang rusak, aku yang membenahi. Hans? Tak pernah ada Hans di sini... Saat rusak dan aku memperbaiki, Hans sibuk sendiri dengan games dan karaoke di ruang tengah.
"Hei, Pap bicara padamu", ujar Pap
"Hans kan di luar kota, Pap"
"Bogor! Seberapa jauh dari sini ke Bogor, honey?", Pap bicara lagi padaku
Ya, memang tak seberapa jauh. Tapi Hans memutuskan untuk tetap di Bogor, dan pulang ke rumah di saat dia ingin pulang saja.
"Dear, kamu sakit?", Pap menyentuh bahuku
Aku menggeleng, tapi tetap tak bersuara
"Ya sudahlah. Mesin cuci kenapa?", tanya Pap
"Biasa Pap, rusak"
"Panggil tukang reparasi kenapa sih? Ga punya uang? Hans ga kasih uang?"
Aku tersenyum
"Deeee, Giiiii, Ziiii, sini hayooo", seru Pap
Tiga bocah berlari ke Eyang kakungnya, ke Pap.
"Yaaaa Eyaaaaaang"
"Ikut Eyang"
"Horeeee!!"
Hans, seandainya teriakan itu adalah antara kamu dan De, Gi, juga Zi...
Pap dan De, Gi, Zi, berjalan ke luar. Aku menuju mesin cuci.
"Mesin cucinya ga sah kamu otak-atik. Biarin aja", kata Pap
Lalu Pap mendekatiku, menggandengku ke depan.
"Temani Mam aja gih"
Aku tertawa. Ya, aku baru menyadari ternyata aku belum banyak berbincang dengan Mam dan Pap. Ah Hans, aku kuatir sifat dan sikapmu menular padaku.
"Daaah Mamaaaa...!", teriakan Zi
Hmmm, mereka senang sekali. Hingga lupa mencium tanganku seperti biasanya. Ah cintaku, Mama berbahagia melihat kalian amat bahagia.
"Sayang, kamu belum makan", suara Mam memecah lamuananku
"Nanti, Mam'
"Jangan telat makan. Nanti sakit"
"Ya, Mam"
Dan aku diam lagi. Entah ada apa dengan otakku, tak ada bahan pembicaraan yang hendak kubicarakan dengan Mam! Hans menguasai pikiranku dengan ketidakperduliannya...
"Mam"
"Ya, sayang"
"Mau mandi dulu ya Mam"
"Ya sana sayang. Sehabis itu makan ya. Cape sekali kamu kelihatannya"
Aku tersenyum. Mam, tahukah Mam, di hati ini begitu banyak airmata tapi tak pernah bisa mengalir... Menggenang, dan menenggelamkanku...
"Mamaaaaaaaaaa", suara Zi memanggilku
Aku tergesa-gesa keluar dari kamar mandi.
"Mamaaaa, ayo lihaaat...", Zi menggandengku
De, dan Gi tersenyum-senyum lalu ikut menggandengku, menuju belakang rumah.
"Tralalalaaa...!! Sihir Zi merubah mesin cuci dinosaurus menjadi mesin cuci abad ini...!!", seru Zi sambil menarik kain penutup yang oops, ternyata mesin cuci baru! Pap membelikan kami mesin cuci baru... Hans, apa yang harus kukatakan padamu saat kamu pulang nanti? Terbayang kemarahanmu saat nanti kamu pulang dan melihat mesin cuci baru yang bukan darimu... Dan bertebaranlah bintang di mataku, hitam, dan aku tak ingat apa-apa... Hanya suara Zi yang berteriak,"Mamaaaaaaaaaaaa..., jangan matiiiiii...", yang terakhir terdengar dan entahlah selanjutnya...
**********************
:p H̶îH̶îH̶îH̶îH̶î :p
ReplyDeleteEnding'a Lucuuuuuuuuu
Hwehehee :D ngegubrak yak endingnyaaaa... Hahaha! :D
DeleteSalam Takzim
ReplyDeleteCerita begitu haru, namun dibalik keharuan ada wajah wajah penghibur dabawah tulisan ini, wajah wajah yang selalu merindukan
Salam Takzim Batavusqu
3 anak itu pembasuh letih hati, kang
DeleteSalam senyum