Skip to main content

error,"Menulis? Hayuk!"

"Yang kamu tulis itu real semua? Itu kisah nyata?". Itu pertanyaan yang biasa gue dapat dari teman-teman setelah mereka membaca tulisan gue. Gue tersenyum aja. Real dan unreal kisah yang gue tulis ya tergantung tulisan tentang apa. Cerita fiksi tentunya unreal, yang idenya datang begitu saja di otak. Sedangkan cerita tentang hidup, itu memang tentang hidup yang gue jalanin. Hidup bersama Ngka, Esa, dan Pink.

Setiap orang pasti punya cerita hidup. Ga mungkin ga ada cerita dalam hidupnya. Ada sebagian orang berpendapat,"Hidup gue datar-datar aja, ga bisa jadi bahan tulisan". Hmm, datar? Datar yang bagaimana? Coba ditelusuri lagi, pasti ada yang indah untuk bisa jadi cerita. Senyum yang tertahan, tawa yang bersembunyi, tangis yang mengalir, itu juga sebuah cerita, dan bisa jadi bahan cerita. Sebuah cerita pasti bisa jadi bahan cerita, karena dasarnya saja sudah jadi sebuah cerita. Setiap detik itu adalah sebuah titik dari kumpulan cerita. Hidup adalah kumpulan cerita. Jadi sebenarnya kita ini adalah pencerita. Jadi kenapa ga mulai bercerita lewat tulisan?

Banyak teman bercerita ke gue tentang apa yang mereka jalani. Curcol, gitu. Apa yang kita baca, kita temui, kita lihat, itu juga sebuah cerita. Gue juga gitu. Apa yang gue rasa, apa yang gue lihat, apa yang gue baca, apa yang gue dengar, apapun itu, jadi bahan cerita. Biarkan imajinasi berjalan tanpa dihentikan. Biarkan imajinasi berjalan tanpa penghalang. Pikiran 'nakal' biarkan saja berlompat-lompat di otak. Lalu tulis. Abaikan penulisan yang indah seperti layaknya penulis handal. Tulis, ya tulis. Penulis handal pun pernah menjadi penulis yang belum handal. Tapi karena berlatih setiap saat, belajar dari contoh-contoh, akhirnya bisa menjadi lebih handal, dan menjadi benar-benar handal.

Fiksi, non fiksi, apapun itu. Tulis saja... Jangan kuatir jadi tulisan ga mutu. Tulis, tulis dan tulis... Bahan cerita bisa diambil dari mana aja. Gue juga gitu. Gue biarkan saja imajinasi lari-lari, dan ditangkap oleh jari.


Yuk menulis... Sama-sama berbagi cerita... Seperti yang tadi gue tulis bahwa hidup adalah kumpulan cerita. Jadi sebenarnya kita ini adalah pencerita. Jadi kenapa ga mulai bercerita lewat tulisan? Menulis? Hayuk!

Salam senyum penuh cinta,
error

Comments

  1. Siiip mbaa, daripada jadi tukang ngrasani yang gak bermanfaat mendiing nulis aja yaa :)

    ReplyDelete
  2. sy juga terus menulis dan sudah jd buku lho
    salam sayang selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah ituuu aku belum jadi buku...
      saam senyum penuh cinta,
      error

      Delete
  3. Jadi kalau mau nulis jangan takut ya, mba?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, jangan takut menulis... Tulis aja yang ada di otak dan yang ada di hati...

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...