Skip to main content

error bercerita,"De Javu"

Aku mengenalnya! Ya, aku mengenalnya. Tapi kapan dan dimana, aku tak tau. Sosoknya amat akrab di hidupku. Ya, aku mengenalnya dengan baik! Ah, tapi siapakah dia? Dimana kumengenalnya? Rasa-rasanya ada hubungan akrab antara dia dan aku. Tapi, hubungan apa? Entah...


Aku memandangnya dari sudut pesta yang meriah. Senyum itu..., hei..! Senyum itu kukenal. Senyum segaris yang rasa-rasanya mewarnai hidupku. Bola matanya, ah.., itu yang ada dalam cerita hidupku. Aku memandangnya berlama-lama, dan mengamati seluruh sikapnya. Caranya menjabat tangan, itu aku tau... Jabatan erat lekat. Aku mengenalnya!


Aku berjalan mendekatinya yang sedang berbincang-bincang dengan seorang yang tak kukenal. Aku lewati tempatnya berdiri. Aku sadari dia agak terkejut melihatku melewatinya. Aku tersenyum geli. Tapi sungguh, di otakku masih terus berpikir keras dimana dan kapan mengenalnya...


Saat sedang menikmati minuman yang barusan kuambil dari meja hidangan, dan menikmati musik lembut, ada yang menyentuh gendang telingaku halus


" Aku mengenalmu. Tapi maaf, aku bingung, aku tak bisa mengingat mengenalmu di mana dan kapan. Tapi rasa-rasanya aku akrab dengan sosokmu. Maaf, aku yakin tak salah orang, aku juga tak sedang menipu. Aku mengenalmu dengan baik. Siapakah kamu sesungguhnya? Dan siapakah aku dalam kehidupanmu? Tolong beritahu aku", suara berat itu..., itu suara yang amat akrab memenuhi hidupku!


"Oh, kamu. Ya, tapi aku sendiri tak bisa menjelaskan. Apakah itu yang kamu rasa? Aku juga merasa seperti itu. Tapi maaf, aku juga tak tau siapa kamu dalam hidupku, dan tak tau dimana juga kapan kita bertemu sebelum ini. Rasa-rasanya ada yang hilang dari cerita di ingatanku", jawabku sambil tersenyum. Senyummu pun mengembang segaris! Dan terlihat seperti berpikir keras, sama sepertiku.


Lalu kami terlibat pembicaraan yang sama membingungkannya. Seperti mimpi, kami menceritakan tentang hubungan kami.


"Aku pergi bersamamu di satu malam dan kita makan di sebuah rumah makan tua", ujarmu


"Aku memesan teh hangat tawar, dan kamu memesan minuman yang sama juga kopi hitam! Roti bakar..., ya kamu memesan roti bakar", tambahku


"Roti bakar isi coklat serta susu dan keju. Ya, aku memesan itu! Dan kamu memesan tanpa susu! Aku ingat itu! Dimana kejadian itu? Dan kapan itu terjadji? Bagaimana mungkin kita bisa merasa dan berada dalam cerita yang sama, tapi kita tidak dapat mengingat dimana dan kapan kejadian itu terjadi?", ucapnya dengan berapi-api, amat antusias.


"Ya, aku juga heran dan bingung. Bagaimana mungkin kita merasa mengenal amat akrab dan dekat tapi kita tak mengingat kapan dan dimana. Dan kehidupan yang kita jalani sebenarnya tak pernah bertemu. Aneh!", ujarku sambil tertawa dan berusaha berpikir keras mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di antara kami.


"Jika aku ta
k salah menyimpulkan, kamu adalah istriku", matanya menatapku bingung


"Ya, tapi pada kenyataannya kita tak pernah bertemu, kita belum pernah mengenal. Tapi mengapa kita punya satu ingatan yang sama, padahal tak pernah terjadi?", aku balas menatapnya dengan tatapan keheranan.


Aneh, kejadian yang aneh. Ingatan tentang sosoknya ada sejak aku kecil, tapi kupikir itu adalah bagian cerita yang pernah kubaca di sebuah majalah, atau bagian cerita yang pernah diceritakan oleh ibu. Ternyata bukan! Ternyata sosok itu ada, dan aku mengenali dengan baik. Juga dia, dia mengenalku dengan baik. Dia menyimpan cerita ini juga sejak kecil, dan tak pernah diceritakannya pada siapapun hingga akhirnya bertemu denganku saat ini. Sama-sama terdiam, sama-sama tertawa, dan kami akhirnya terdiam.


Waktu semakin larut, aku harus pulang. Nomor ponsel kuberikan padanya, juga diberikannya nomor ponselnya untukku. Dan alamat rumahkupun dimintanya. Hmm, satu waktu nanti kami akan berjumpa lagi dan bisa berbincang lebih banyak tentang ini. Jabatan tangannya erat menjabatku, seakan enggan melepaskan.


"Dimana dan kapan kita pernah bertemu dan menjalin cerita, itu bukan hal penting lagi. Tapi aku akan datang ke rumahmu dan memintamu menjadi istriku...", itu kalimatnya terakhir sebelum kami berpisah...


Aku tak pernah tau apa sebenarnya yang terjadi pada kami, tapi menurutku dia benar, biar saja. Cerita baru yang akan kami jalin sesudah ini adalah hal terpenting dalam hidup yang ada saat ini...




                         ************************************





  


Comments

  1. Ditunggu undangannya ya..hehehe

    ReplyDelete
  2. Ditunggu undangannya ya..hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha... nanti dibilangin deh ke si tokoh aku ya mbak Egi... :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...