Skip to main content

error,"Cinta kaleng"

Jika kangen ini tak dapat terdengar olehmu, ijinkan aku berteriak keras-keras di telingamu tentang kangen yang bergemuruh di hati. Secarik kertas itu ada di tanganku. Aku menemukannya di atas meja kerja dalam ruanganku. Aku tersenyum dan tak ambil perduli dengan tulisan itu. Biar sajalah, ini pasti cuma keisengan seseorang, pikirku.


"Apa tuh?", tanya temanku sambil berusaha membaca tulisan di kertas yang masih aku pegang.


Aku tertawa, dan mengangsurkan kertas itu padanya. Temanku tergelak sambil berkata,"Penggemar rahasia, nek". Aku tertawa geli mendengarnya. Ada-ada aja, penggemar rahasia..! Hahaha...


"Kapan lo nemu ni kertas?", tanya Dije, temanku sambil memonyongkan mulut


"Lah ini barusan aja. Ga tau dari siapa. Orang iseng, atau kali harusnya ga untuk di sini, Je", jawabku dengan gaya cuek bebek. Maaf ya bebek, pasti sengsara deh tuh bebek disamain sama gayaku yang begini


Sms masuk, kubaca dan ternyata kalimat yang sama dengan yang ada di kertas tadi. Hmm, berarti ini orang yang sama. Nomor hp yang tertera ga aku kenal. Kening berkerut sebentar, berpikir siapa sebenarnya orang ini.


"Kenapa sih? Sms dari siapa lagi?", tanya Dije penasaran


Kuberikan hp ke Dije yang kelihatan kepo-nya. Dan kudengar tawa Dije keras-keras, yang memenuhi ruanganku.


"Hush! Berisik! Ga enak sama yang lain, ketawanya keras banget", selaku


"Dibilang juga apa tadiii... Ya kan, penggemar rahasia!"


Kami akhirnya tertawa bareng. Dije itu sahabatku di kantor. Dia selalu bersamaku saat makan siang, dan kami biasa saling curcol.


"Nek, nih pepaya buat lo. Gue udah tadi", kata Dije


"Eh gila lo, pepaya! Ogah! Dah tau ga doyan", sungutku


Dije tertawa keras-keras lagi.


"Nek, kira-kira siapa ya tuh orang? Gantengkah? Atau jelekkah? Si itu atau si anu ya?", Dije berkata sambil bergaya pura-pura mikir semikir-mikirnya.


"Gelo lo ah! Ga sah dipikir! Kucing yang nulis", jawabku


"Neeek, kucing mane yang pinter nuliiis? Eike belom pernah tau ada kucing pinter nulis gitu", ujar Dije dengan gaya kemayu.


"Sebodo ah. Dah kerja lagi. Numpuk nih kerjaan jadi sarang nyamuk ga selesai-selesai", sahutku sambil tertawa melihat Dije


Dije pun melangkahkan kakinya menuju meja tempat dia bergulat dengan tumpukan file tender yang belom selesai. Aku mulai berkonsentrasi pada surat-surat yang harus kukerjakan. Ga terlalu banyak yang harus diselesaikan hari ini. Hanya surat-surat biasa yang harus dibuat.


"Mbak, saya mau minta surat tugas. Besok saya berangkat ke cabang di kalimantan 3 hari", seorang karyawan mendatangi mejaku dan memintaku untuk membuatkan surat tugas untuknya.


"Oke. Tunggu sebentar ya", jawabku. Lalu akupun sibuk dengan pembuatan surat. Setelah selesai, Dije kembali masuk ruanganku.


"Nek, lo mau ga, gue selidikkin siapa tuh terdakwa yang ngirim pernyataan cinta ke lo. Jiaah, pernyataan cinta...", ujar Dije sambil tertawa-tawa.


"Biar ajalah. Ga sah dipikir. Orang iseng, pengecut. Itu surat kaleng, sms kaleng, cintanya juga cinta kaleng. Ga jelas, ga sah dipikir. Biar aja", jawabku sambil memberesi pekerjaanku karena waktu sudah hampir off jam kerja.


"Eh Nek, hampir pulaaang... Gue beberes yah. Daaah Nek..", Dije tergesa menuju meja kerjanya setelah menyadari sebentar lagi jam kerja usai.


"Hmm, pembuat surat tanpa nama, pengirim sms yang aku tak tahu siapa orangnya, karena sewaktu kuhubungi no ponsel itu tidak aktif, pasti seorang pengecut yang iseng, atau seorang yang iseng dan pengecut", kataku dalam hati, dan tak perduli dengan surat dan sms itu. Pulang, pulang.., tiga anakku menungguku di rumah dengan cinta yang tak tertandingi oleh siapapun...




Comments

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...