Skip to main content

error bercerita,"Nostalgia pertemuan kita"

Saat melihatmu di antara orang-orang yang berkumpul di sudut sana, recall ingatanku tentangmu sewaktu pertama kita bertemu membuatku tersenyum. Masih ingatkah kamu?


"Hai, namaku Ho"


"Hai, aku Er, panggil aku Er", jawabku sambil menjabat tanganmu yang terulur.


Hanya itu, ya hanya itu sebenarnya kenangan yang disimpan tentangmu dan tentangku. Tapi itu amat lekat di otakku. Genggaman tanganmu yang erat dan hangat, senyummu yang sebenarnya tak manis tapi bersahabat, memberi rasa damai dalam hati. Setelah itu kulihat kamu sibuk memotret, dan tak perduli lagi tentangku. Hmm, lagi pula untuk apa perduli? Bukankah kita baru saja saling mengenal?


Masih saja aku memandangmu di antara orang-orang yang sibuk bercakap-cakap. Dan kenangan yang hanya sedikit itu terus saja diputar oleh memoriku. Hingga kulihat kamu berjalan ke arahku.


"Hai, rasanya pernah mengenalmu"


"Hai, ya mungkin", jawabku. Gengsi rasanya mengatakan bahwa aku mengingatmu dengan pasti, padahal kamu tak ingat tentangku.


"Dimana ya kita pernah berkenalan?"


"Di salah satu acara seorang teman di pinggir Jakarta", jawabku



"Acara apa?"


Arrgh.., ingin rasanya menjitak kepalamu! Sama sekali tak ingat! Aku mengingatmu dengan baik!


"Acara apa ya?"


"Halal Bi Halal di rumah seorang kawan tahun lalu", jawabku



"Dimana?"


Ugh!! Ingin menjitakmu berulang kali!


"Di pinggir Jakarta, dekat pemakaman umum, siang hari, kamu duduk di belakangku. Aku melihatmu. Dan kita berkenalan di sana. Lalu kulihat kamu sibuk memotret teman-teman yang hadir. Ingat?", ujarku


"Hmm?? Tahun lalu?? Tahun lalu, HBH, dekat pemakaman...", katamu sambil terlihat berpikir berusaha mengingat.


Aku geli tapi juga sekaligus jengkel melihatmu. Tak ada sedikitpun kenangan itu disimpan dalam memorimu! Argh!


Tapi lalu kulihat tanganmu terulur padaku yang kusambut dengan menjabat tanganmu, dan sambil tersenyum kamu mengucap,"Hai, namaku Ho. Hai, aku Er, panggil aku Er". Lalu kamu tertawa dan menambahkan,"Ah, ternyata kamu juga mengingat kejadian itu dengan baik. Aku mengingatnya dengan baik, tapi aku berpura-pura tak ingat sedikitpun. Haha, ternyata kita sama saling mengingat".


Aku terkejut mendengar kata-katamu, lalu ikut tertawa dan hmm, ini takkan mampu kamu lupa..., jitakanku di kepalamu mendarat dengan manisnya dariku. Haha..!


"Nostalgia yang aneh dan lucu. Maukah kamu melanjutkan nostalgia ini menjadi cerita baru tentang kita?, tanyamu halus sambil menatap mataku.


Dan aku? Gubraaak!! Mauuu, tapi itu jawabku dalam hati. Aku hanya tersenyum seraya mengangguk. Dan kurasakan jabatan tanganmu semakin menguat di tanganku.


                                              **********************************






Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...