Skip to main content

error,"Tenang, tenang, sewaktu menghadapi test penerimaan pegawai butuh sikap tenang..."

Pekerjaan gue memang nge-test orang. Salah satu persyaratan untuk bisa diterima jadi pegawai ya harus lolos test. Gue memang selalu santai sewaktu kasih test, gue kasih selingan ringan obrolan untuk ketawa. Di sini biasanya ada beberapa orang yang 'kebablasan', remnya blong. Mereka bersikap cuek yang terlalu cuek, dan santai terlalu santai. Ada juga yang tegang bin cemas.


"Oke, waktu selesai, pensil letakkan di meja", gue memberi instruksi pada testee yang ada. Testee yang cuek, 'kebablasan', dengan santainya masih saja terus menyelesaikan test yang menurutnya belum selesai. Malah ada yang menjawab,"Ntar dulu Bu, belom. Sebentar lagi". Padahal semua sikap yang dia tunjukkan itu sebenarnya menjadi point sendiri untuk penilaian sikap. Bagaimana bisa dinilai testnya, dia mencuri waktu terang-terangan. Sikap yang baikkah ini? Menurut gue, ga bagus, dan perusahaan ga bisa menerima ini.


Ada yang 'parah', sewaktu test dia asyik sambil sms. Biasanya gue diemin aja. Gue ga menegur, karena itu juga salah satu point sikap yang bisa gue ambil. Dalam hati gue geli aja, ga banget deh tu orang, masa sih di saat test penerimaan pegawai yang dia inginkan, masih aja dia sambi dengan sms dan hal-hal lain yang di luar kepentingan ini. Sikap yang ga 'pas' ini melorot point-nya.


Ada beberapa testee yang mengambil sikap meletakkan kepala di meja sewaktu menyelesaikan test. Oops, sikap ini juga dinilai. Haduh...


Memainkan rambut, memainkan jari, itu juga jadi penilaian sendiri.


Jadi gimana dong seharusnya? Jawabannya cuma 1 kata, tenang. Berusahalah tenang, kalau tenang pasti bisa ikuti instruksi dengan baik, bisa disiplinkan diri, bisa menjaga sikap sopan yang pantas, menyesuaikan diri dengan situasi kondisi tempat dan waktu yang ada.


Gampang kan?? Pasti bisa...


Salam Senyum,
error 







Comments

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...