Jangan bertanya padaku kenapa aku membunuhnya! Semua orang tau siapa dia, dia yang selalu ada di sisiku, bersamaku selalu. Yang menentang setiap gerak, sikap dan bicaraku. Aku muak padanya!
"Hah, pengecut! Cuma bisa diam saat orang melecehkanmu. Pengecut! Bertindaklah yang tegas! Dia melecehkanmu, mengelabuimu, dia pembohong! Menyakiti hatimu, tapi kamu selalu memaafkannya. Pengecut! Dia tak pantas untukmu!", serunya padaku setiap saat, dan aku cuma bisa diam menunduk sambil mengusap airmata yang mengalir deras.
"Sakit hatimu bisa kurasakan. Jangan bohongi hatimu. Cintamu cukup sampai di sini, bukan untuk dirangkai bersamanya. Bukan untuk dikemas dalam cerita berdua dengannya. Dia tak ada hasrat bersamamu, hanya untuk menambal lukanya sendiri, bukan karena cinta, bukan... Coba dipikir sekali lagi olehmu. Jangan menyakiti hatimu sendiri. Rayuannya membuatmu buta! Bangun, bangunlah dari ketidak sadaranmu akan hal ini. Ayo, sadari ini dengan baik. Aku tau yang kau rasakan, aku tau apa yang kau pikirkan. Aku mendengar jeritmu dalam hati tentang cintamu yang seakan cuma penghibur baginya. Bangunlah! Jangan terbuai oleh semua itu. Sadarlah", dia selalu berucap ini padaku. Dan aku cuma menangis saat dia berucap ini semua.
Dia benar, apa yang diucapkannya benar, dan tak ada yang salah. Tapi itu tak benar jika harus menghapus tentang orang yang kucintai dari hati. Tak ada niatku meninggalkan orang yang kucintai. Tidak! Takkan pernah aku meninggalkan.
Sejak kecil dia selalu bersamaku, memberitahu apa yang seharusnya kulakukan dan apa yang seharusnya tak kulakukan. Dia mengaturku sejak dulu, dan aku selalu mengikuti apa yang diucapkannya padaku. Tapi tidak untuk kali ini! Dia benar, tapi dia salah telah memberitahuku tentang orang yang kucintai. Tidak, aku tak bisa menerima apa yang diucapnya padaku! Tapi aku tetap diam.
"Dia mencarimu karena tau ada cinta untuknya. Dia tau ada ketulusan hati untuknya. Dia menikmati itu, tapi dia cuma seorang yang egois, sadari itu. Apa yang diterima olehmu? Cinta? Cinta tak pernah menyakiti hati. Tapi apa yang dirasakan oleh hatimu? Sakit yang amat sangat saat mencintainya, dan sakit karena menyadari bahwa sesungguhnya kamu bukan siap-siapa baginya. Come on, sadari ini semua. Jangan menutup matamu, jangan menutup telingamu. Dengar perkataanku. Aku mengerti semua yang terjadi. Jangan sakiti dirimu sendiri. Aku tau yang dirasa olehmu", dia terus berbicara padaku dengan suara yang jelas tegas juga kadang memohon.
Aku menangis terisak di sudut kamar yang gelap. Ponselku diam tak bergeming. Aku menunggumu mengirim kabar padaku. Tapi tak ada. Entah kamu ada dimana. Ya, dia benar, kamu cuma sebuah mimpi dalam nyataku. Tapi cinta ini tak bisa padam, dan aku tak ingin meninggalkanmu. Biarkan kumiliki rasa ini sendiri. Jika memang kamu ingin pergi dariku, pergilah. Jangan pernah menghubungiku lagi. Aku mencintaimu.
"Jangan memohon untuk terus mencintainya. Cintamu akan tetap ada. Tapi tinggalkanlah dia. Dia bukan untukmu, dia juga sudah memberitahumu berulang kali, dia tak kan pernah memilihmu. Tak pernah kamu jadi satu pilihan untuk hidupnya. Cuma untuk tempat singgah. Sejenak, sesekali dalam waktu hidup yang dia punya", ujarnya lagi.
Aku tak tahan mendengar ini. Aku bangkit berdiri. Berjalan menuju meja rias kamar. Laci kecil itu kutarik, sebuah gunting ada di tanganku. Lalu menancap di perutnya untuk membungkam semua kata-katanya.
Jangan kamu tanyakan kenapa kumembunuhnya. Aku cuma ingin terus mencintai orang yang kucinta. Dan itu akan ada sepanjang hidupku hingga kumati. Perlahan tubuh itu melemah, jatuh ke lantai. Mataku berkunang-kunang, lalu kudengar suara orang menjerit memanggil namaku, dan terisak di sampingku. Nyawa meregang, dan hilanglah sudah. Tercapai sudah impianku, mencintai orang yang kucinta hingga ajal menjemput. Suara hati sekarang sudah mati, suara yang selalu memberitahuku tentang orang yang kucinta, sudah mati. Mati bersama hilangnya hidupku dari kehidupan ini...
"Sakit hatimu bisa kurasakan. Jangan bohongi hatimu. Cintamu cukup sampai di sini, bukan untuk dirangkai bersamanya. Bukan untuk dikemas dalam cerita berdua dengannya. Dia tak ada hasrat bersamamu, hanya untuk menambal lukanya sendiri, bukan karena cinta, bukan... Coba dipikir sekali lagi olehmu. Jangan menyakiti hatimu sendiri. Rayuannya membuatmu buta! Bangun, bangunlah dari ketidak sadaranmu akan hal ini. Ayo, sadari ini dengan baik. Aku tau yang kau rasakan, aku tau apa yang kau pikirkan. Aku mendengar jeritmu dalam hati tentang cintamu yang seakan cuma penghibur baginya. Bangunlah! Jangan terbuai oleh semua itu. Sadarlah", dia selalu berucap ini padaku. Dan aku cuma menangis saat dia berucap ini semua.
Dia benar, apa yang diucapkannya benar, dan tak ada yang salah. Tapi itu tak benar jika harus menghapus tentang orang yang kucintai dari hati. Tak ada niatku meninggalkan orang yang kucintai. Tidak! Takkan pernah aku meninggalkan.
Sejak kecil dia selalu bersamaku, memberitahu apa yang seharusnya kulakukan dan apa yang seharusnya tak kulakukan. Dia mengaturku sejak dulu, dan aku selalu mengikuti apa yang diucapkannya padaku. Tapi tidak untuk kali ini! Dia benar, tapi dia salah telah memberitahuku tentang orang yang kucintai. Tidak, aku tak bisa menerima apa yang diucapnya padaku! Tapi aku tetap diam.
"Dia mencarimu karena tau ada cinta untuknya. Dia tau ada ketulusan hati untuknya. Dia menikmati itu, tapi dia cuma seorang yang egois, sadari itu. Apa yang diterima olehmu? Cinta? Cinta tak pernah menyakiti hati. Tapi apa yang dirasakan oleh hatimu? Sakit yang amat sangat saat mencintainya, dan sakit karena menyadari bahwa sesungguhnya kamu bukan siap-siapa baginya. Come on, sadari ini semua. Jangan menutup matamu, jangan menutup telingamu. Dengar perkataanku. Aku mengerti semua yang terjadi. Jangan sakiti dirimu sendiri. Aku tau yang dirasa olehmu", dia terus berbicara padaku dengan suara yang jelas tegas juga kadang memohon.
Aku menangis terisak di sudut kamar yang gelap. Ponselku diam tak bergeming. Aku menunggumu mengirim kabar padaku. Tapi tak ada. Entah kamu ada dimana. Ya, dia benar, kamu cuma sebuah mimpi dalam nyataku. Tapi cinta ini tak bisa padam, dan aku tak ingin meninggalkanmu. Biarkan kumiliki rasa ini sendiri. Jika memang kamu ingin pergi dariku, pergilah. Jangan pernah menghubungiku lagi. Aku mencintaimu.
"Jangan memohon untuk terus mencintainya. Cintamu akan tetap ada. Tapi tinggalkanlah dia. Dia bukan untukmu, dia juga sudah memberitahumu berulang kali, dia tak kan pernah memilihmu. Tak pernah kamu jadi satu pilihan untuk hidupnya. Cuma untuk tempat singgah. Sejenak, sesekali dalam waktu hidup yang dia punya", ujarnya lagi.
Aku tak tahan mendengar ini. Aku bangkit berdiri. Berjalan menuju meja rias kamar. Laci kecil itu kutarik, sebuah gunting ada di tanganku. Lalu menancap di perutnya untuk membungkam semua kata-katanya.
Jangan kamu tanyakan kenapa kumembunuhnya. Aku cuma ingin terus mencintai orang yang kucinta. Dan itu akan ada sepanjang hidupku hingga kumati. Perlahan tubuh itu melemah, jatuh ke lantai. Mataku berkunang-kunang, lalu kudengar suara orang menjerit memanggil namaku, dan terisak di sampingku. Nyawa meregang, dan hilanglah sudah. Tercapai sudah impianku, mencintai orang yang kucinta hingga ajal menjemput. Suara hati sekarang sudah mati, suara yang selalu memberitahuku tentang orang yang kucinta, sudah mati. Mati bersama hilangnya hidupku dari kehidupan ini...
Aku jadi ngeri bacanya tante tapi sweet banget
ReplyDeletehwehehe... sekali-sekali ngeri ga apa-apa to yaaaa... hehe, berarti ngeri yang sweet dong ya mas :)
Delete