Skip to main content

error tentang,"Sewaktu jari bicara"

Menurut teman-teman yang kenal gue, Nita, Ninit, Error, adalah orang yang cerewet. Hehehe, gue ga menyangkal itu. Bener banget, memang cerewet! Tapi ada lagi yang bener dan orang ga tau.., bahwa dalam kecerewetan ini ada sudut pendiam. Hihi, teman-teman gue pasti pada menolak kalau gue nobatkan diri sebagai pendiam. Tapi ga bohong, gue memang pendiam. Aslinya gue adalah perempuan pendiam, walau bukan perempuan kalem.


Seringkali gue menjawab atau menganalisa di dalam hati. Yup, sering banget gue jadi orang yang ga asertif. Diam aja, ga bicara. Misalkan bicara, tetap ada yang disimpan dalam hati. Yang diucap hati ga diucap oleh mulut. Ga bisa terucap! Dan hasilnya, ya ini dia, menjadi tulisan. Jari yang jadi pengucap kalimat hati. Bukan mulut yang bicara, tapi jari yang bicara.


Bahagia, sedih, kecewa, tawa, imajinasi, dan juga pemikiran-pemikiran yang ada di otak, diucap oleh jari. Jari bebas mengucap apapun yang ada di hati. Lewat puisi, curhat curcol, cerita, apapun itu, semua menjadi tulisan. Jari mengambil alih tugas mulut, bicara. Imajinasi kadang lari-lari dan jari mengejar untuk kemudian ditulis. Cerita hidup sehari-hari, keseharian yang berjalan, menjadi cerita hati dan diucap juga oleh jari.


Bersyukur menjadi orang pendiam yang cerewet, danmenjadi orang cerewet yang pendiam. Gue suka susah bicara pada orang yang baru gue kenal, tapi bisa jadi gue langsung cerewet sewaktu baru kenal. Dan pada teman yang sudah lama kenal, gue dah pasti cerewet, dan ada pendiamnya. Hehe, gue suka bicara dalam otak alias mikir aja sendiri, dan bicara dalam hati sewaktu menemui satu kejadian. Gue banyak mendengarkan. Gue bicara karena menjawab, dan itu biasanya jawaban panjaaaang, makanya dibilang cerewet.


Tulisan gue suka ga jelas, seperti tulisan yang sekarang ini. Ini yang gue rasa tentang gue, dan ga bisa gue ucapin ke teman-teman, dan hasilnya jari ambil alih, jari yang bicara. Sewaktu jari bicara, gue ada di depan lepi. Anak-anak gue suka menemani, dan ajak bicara. Jadi sambil jari bicara, mulut gue bicara ke anak-anak gue. Hehe, mixing pendiam dan cerewet. Tapi juga bisa jadi gue duduk depan lepi sendirian, nulis-nulis sendiri.


Ya inilah gue, si pendiam yang cerewet, atau si cerewet yang pendiam. Tapi yang jelas gue bersyukur karena gue diberi hadiah jari yang bisa berucap dan bisa ambil alih tugas mulut. Bersyukur punya jari yang bisa bicara. Ini anugerah, dan ini membuat gue jadi tenang, karena ganjalan di hati jadi berkurang. Ya maaf aja kalau yang baca malah jadi ada ganjalan di hati... Hahaha..!!


Makasih ya sudah mendengar jari gue bicara...



Salam senyum,
error



Comments

  1. Cerewet itu....tanda sayang+perhatian mbak. Apalagi sama anak:D malah jos gandos *haha gak nyambung-_-

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha, ga nyambung ga apa-apa mbak, ni masih nyambung kok, masih tentang cerewet-cerewet juga... haha :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...